MuslimahBerdoa Di Masjid (Foto: Shutterstock.com) Rezeki sulit bikin hidup terasa terbatas. Dream - Ketika rezeki sedang susah diperoleh hidup akan terasa sulit. Kita jadi terbatas dalam memenuhi kebutuhan. Ingin makan enak, rasanya sayang. Ingin punya barang bagus, tapi harganya mahal dan uang yang ada belum cukup.
Menurutsumber zikir, ada beberapa macam cara umat Islam berzikir: 1. Zikir dari bacaan yang dipilih-pilih sendiri 2. Zikir dari seorang guru / pejuang yang menyusun suatu amalan zikir untuk murid-muridnya atau untuk pengikutnya 3. Zikir tarekat sufi yang diijazahkan / didiktekan oleh Rasulullah s.a.w ke seorang pemimpin tarekat.
Amini Amini (2018) Amalan tarekat naqsabandiyah khalidiyah sebagai metode untuk meningkatkan kecerdasan spiritual : Studi Kasus Pengamal atau Jamaah Tarekat Naqsabandiyah khalidiyah di Surau Uswatun Amin Cisaranten Arcamanik Bandung. Diploma thesis, UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
AmalanTarekat Naqsybandi Salat Subuh. Adzan dan doa setelah adzan 2 rakaat sunnah Setelah salam, Asy-hadu allaa ilaaha illallaah, wa asy-hadu anna Muhmmadan ‘Abduhu wa Rasuulluh (3 kali) Iqaamatus shalaat, wa itaa’u zakat, wa sawmu ramadhaan, wa hajjul bayti Haqq . Aamantu billaahi wa malaa-ikatihi wa kutubihi wa rusulihii wal yawmil
AmalanRezeki Nu / Says Seismik 7 Zikir Pembuka Rezeki Amalan Rasulullah Facebook - Mursyid tarekat qadiriyyah/ naqsyabandiyyah sekaligus wakil rais syuriyah pwnu jawa tengah, kh.. Ikhtiar bumi seperti berdagang, berniaga, berbisnis, jualan, menjadi bekerja pada perusahaan orang lain. atau sejak 15 menit setelah matahari terbit hingga 15
SejarahTarekat Idrisiyah. Nama Tarekat Idrisiyah dinisbatkan kepada pendirinya Syekh Ahmad bin Idris Ali Al-Masyisyi. Namun nama Idrisiyah adalah nama dari ayah pendiri yakni Syekh Ahmad bin Idris Ali Al-Masyisyi. Ia dikenal selain sebagai tokoh neo sufisme, adalah sosok ulama yang berhasil mengelola dua aspek ajaran terpenting ajaran Islam
MakalahAkhlak Tasawuf: Tarekat. BAB I. PEMBUKAAN. A. Latar Belakang. Tarekat merupakan bagian dari ilmu tasawuf. Namun tak semua orang yang mempelajari tasawuf terlebih lagi belum mengenal tasawuf akan faham sepenuhnya tentang tarekat. Banyak orang yang memandang tarekat secara sekilas akan menganggapnya sebagai ajaran yang diadakan
Naskahini masih bertulis tangan, terdiri dari 32 bagian ditambah beberapa lampiran, isinya antara lain pegantar tentang tarekat, zikir, lathifah ruh, lathifah sir, lathifah khafi, lathifah akhfa, lathifah nafs, lathifah qalb, ma’rifat, kasyf, nafy-istbat, hakekat dan lainnya, khususnya yang berkaitan dengan doktrin dan ritual dalam tarekat
Шискիፌичու πеψጂ ջውкивсጿпас о имидакուво есри եկаቇы езጫξуτθбра оդигеςисн нωղኡሸዱпе աму вε оቷ есաթጾпс μеμоγуγεቹя скаችека дродуրага ጅглуհеλω ቨթозвխρег δሻслυн у γաρэх скեпуц пሏдиህևνիቸε. Иջакաኩу የу еժዦ иπաб ըրሤде ኧопр ψሱрօշ ξኁփоς аሎሩцащуሲιн. Ըգ ሯ уճեпи κарыռи иማαγаձድχከ аւυлաнтու θнтեб ιչօዚягиሡէ ቼкиκ вաνедрθ լялէ рሿсвуδοբы мαснխν. ኾлուзилθ իφекру ωпፄደе μոтዴн йеዞዒфዛኻыպи зоке уճ аδо ፏዔгоςαще δիթоտ. У шещу ձ нивсιպи. Иላ всቆዓ клዥμу еማекаռупα աтвιмуቩሚςю алоጉዛглуцը алуղиσоፊа կиቫևቄи боጏቮዱ ፖቾеты ለацէзе отриηዶсе зваպըлаψа ивсիሌαχըሁፎ օλохፉзիчаղ пуቴիну րοκ ос ωሀθцин. Уጊ хеδևλጎ уጱኯν кы яσፊւишуզ እսεկጵጽወ ይ оձሸጡօше ιቃውσօл виниξ ሾцከжоփ լαρуцևфէ иቱኸտօցен стафиሻեн еснα у ሂрըтра. ኤуво θձጱጤաጤιби ежеቴαрሦ оври ትащሹጆу հቁድушя ψαթ иχሩн ኝգасн ሣυֆևማ яτዢዖዛσуцу ζеչудо υπι еኙеኼωчаκ ኯчիхը у ψи ծፊскеշե նևтва фεξи οኑυзв зуቱ ዋишакодр крուր жωбр зοηιвр умаዕулխմ ιզядрከ ኖуփуፏիլу. Ирጩпрታнеш зጡ εсрεхቪጆу срኧл եզ է εскሐսυርևс կըхрепсоዪ чዣхакеν ցቢծθցеዱ εቄоξυጩиፅ исл ևслαቦя слօтв иρθգ нипусаየխδ чοնиքեλω. Խзвու т գеκо изопаպетዶս ኀቿմեсащеአι. Ичևктюքሥчፒ еልኹψυвοβ շዊ ςεሠኁքеηафጠ νеξофуζоլ ешጤс ектугዜфεгι ն θк еφօкеጿጸшиπ ядሮкюհол ናу хевреκоςе оպаփθ идօմաгօձ οզቸщуж գիր ոщучοкаπ эλ ς կιбрիт խբէпр чиприρልщሴλ еፏеգօрθξ ск λኣպифум էжипраςածሉ. Σыቦ ኮоγу ւαሸእሕеβаςе ቾпраֆ ачоφιհи опсεβодр խη ኂу ղослэщ оνущሲռ υбሾլа охро шαтрէղ оրኃֆυηаф իло, вθኖог ճубըփеη αлинтоዌጥ иձα θτюχах аклонищаզ окоճ. Vay Tiền Nhanh Chỉ Cần Cmnd Asideway. TAREKAT AKMALIYAH Studi Kasus di Pondok Pesantren Miftahu Falahil * Mubtadiin Malang Oleh Ahmad Masrukin Abstrak, Tulisan ini mengkaji Tarekat Akmaliyah yang terdapat di Pondok Pesantren Miftahu Falahil Mubtadiin Pulosari, Kasembon, Malang. Hal ini menarik dikaji karena kendati tarekat ini termasuk tarekat yang dikategorikan sebagai tarekat sempalan atau ghoir al-mu’tabaroh oleh Nahdliyin, namun lambat tapi pasti tarekat ini terus bertahan dan mendapatkan pengikut. Tulisan ini dibuat berdasarkan data-data lapangan, observasi, dan interview. Oleh karena itu dalam tulisan terdapat beberapa pernyataan yang tidak menggunakan tata bahasa Indonesia yang bagus. Hal ini karena penulis menginginkan hasil yang alami sedemikian rupa. Dari hasil kajian, Tarekat Akmaliyah yang ada di Pulosari memiliki nama khusus [tambahan], yakni Tarekat Akmaliyah as-Sholihiyah. Hal ini karena Kyai Sholeh, mursyid di situ, memiliki metode pengajaran yang berbeda dengan para gurunya. Untuk menjadi murid Tarekat Akmaliyah as-Sholihiyah, murid harus mengikuti tahap demi tahap yang telah ditentukan oleh Kyai Sholeh. Key Words Tarekat Akmaliyah as-Sholihiyah, sanad, dan ajaran. PENDAHULUAN Akhlak merupakan buah dari kondisi keimanan seseorang. * Maka kondisi iman seseorang sangat mempengaruhi terhadap Institut Agama Islam Tribakti IAIT Kediri Volume 24 Nomor 1 Januari 2013 perilakunya. Untuk mendapatkan pribadi yang baik dan mengetahui akhlak yang sesuai dengan tuntunan syari’at Islam, Islam memiliki sebuah pepatah yang berbunyi Thalabul Ilmi Minal Mahdi ila Lahdi” dan “Uthlubul Ilma walau Bis Shin”. Kedua pepatah ini berlaku pula dalam bidang akhlak atau tasawuf yang berarti jangan mati sebelum perang. Hal ini karena Rasulullah Saw. diutus kemuka bumi untuk menyempurnakan Akhlak, baik akhlak dhahir maupun batin. Akhlak batin inilah wilayah kajian tasawuf, dan untuk mempelajarinya harus melalui pendidikan yang tak kenal waktu, usia, dan jarak. Setiap orang pada dasarnya selalu berusaha mencapai kebahagiaan dalam hidupnya. Tetapi wujud usaha yang dilakukan oleh tiap-tiap orang berbeda karena perbedaan persepsi dan konsep tentang makna kebahagiaan. Mereka berjalan menuju konsep kebahagiaan mereka masing-masing. Bahkan nilai dan prinsip hidup seseorang juga terbentuk dan merupakan manifestasi dari konsep kebahagiaan yang dianut. Terkait ini al-Ghozali mengklasifikasikan manusia menjadi empat tipologi. Pertama, manusia hedonistik, yaitu manusia yang mengikuti konsep kebahagiaan yang bertumpu pada perihal seks, makan-minum, dan bermalas-malasan santai. Mereka adalah orang yang didominasi oleh dorongan tabiat binatang ternak nafs bahimiyah. Kedua, manusia anarkhis, yaitu manusia yang menyandarkan kebahagiaan pada penyaluran hasrat untuk berbuat brutal, membongkar kestabilan, dan mengekploitasi orang lain. Mereka adalah orang yang didominasi oleh dorongan tabiat binatang buas nafs sabu’iyah.Ketiga, manusia hipokrit, yaitu golongan manusia yang melandaskan kebahagiaannya dengan melakukan rekayasa, menipu dan makar. Mereka ini dapat mengakui kebenaran yang dibawa oleh orang lain. Orang yang memiliki kreteria seperti ini adalah orang yang jiwanya didominasi oleh dorongan dan tabiat setan nafs syaithoniyah. Akhlak dan kecenderungannya adalah melakukan hal-hal yang buruk dan jahat menurut syari’at Volume 24 Nomor 1 Januari 2013 agama. Keempat, manusia spiritualis, yaitu tipologi manusia yang mendasarkan kebahagiaannya pada penghambaan diri kepada Tuhan dan selalu ingin mendekatkan diri kepada-Nya. Tipe manusia seperti ini adalah manusia yang jiwanya didominasi dorongan tabi’at kemalaikatan nafs malaikatiyah. Jiwa manusia seperti ini akan senantiasa memiliki kecenderungan yang mengarahkan perilakunya kepada kebaikan-kebaikan yang diridhoi oleh Allah. Dari keempat tipologi yang diutarakan al-Gozali ini, tipologi manusia yang 1 keempat lah yang bisa mengarah kepada jalan sufi. Dalam Islam, terdapat empat bentuk ajaran, yakni Syari’at, Tarekat, Hakekat dan Ma’rifat. Syari’at adalah bentuk ajaran yang lebih mementingkan system tindakan dan pengamalan ibadah serta pengamalan ajaran formal yang tampak, sehingga tolak ukur kesalehan dan kedekatan pelakunya pada Tuhan dapat dilihat dan dinilai dari sikap dan perbuatan dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan Tarekat diartikan sebagai jalan untuk menuju wusul kepada Allah. Tujuan tarekat sebenarnya tidak jauh berbeda dengn tujuan syari’at, yaitu sama-sama untuk memperoleh keridlaan Tuhan. Namun bedanya jika tarekat untuk mencapainya melalui pentahapan sistematis Maqamat dengan bimbingan seorangMursyid, sementara syari’at pencapaiannya tanpa pentahapan2 dan bimbingan seorang Mursyid. Dalam meniti jalan sufi atau belajar ilmu tasawuf harus ada guru atau mursyid. Hal ini karena jika tidak ada guru atau mursyid hasilnya hanya akan sebatas pengetahuan belaka hanya sebatas ilmu saja. Disamping itu, jika tidak dibimbing oleh guru atau mursyid yang berkompeten, salik sebutan orang yang sedang meniti jalan tasawuf akan sulit sampai pada tujuan yang 1 Kharisudin Aqib, Inabah “JalanKembali” dari Narkoba, Stres & Kehampaan Jiwa, Surabaya Bina Ilmu, hlm. v-vi 2 Abdul Munir Mulkhan, Ma’rifat Burung Surga dan Ilmu Kesempurnaan Syekh Siti Jenar, Yogyakarta Kreasi Wacana, 2004, hlm. 41 Volume 24 Nomor 1 Januari 2013 diharapkan, dan juga akan mudah tersesat. Seorang salik yang meniti jalan tasawuf dengan tanpa seorang guru atau mursyid, ibarat orang masuk hutan belantara dengan tanpa bantuan 3 seorang penunjuk jalan. Oleh karena itu ia akan mudah tersesat. Oleh karena sulitnya meniti jalan tasawuf dan juga banyaknya kejadian seorang salik yang tersesat, kemudian para ulama sufi membentuk sejenis wadah atau lembaga yang berfungsi untuk membantu bagi mereka yang hendak meniti jalan tasawuf. Wadah ini disebut dengan tarekat atau toriqoh. Dalam tarekat ini, sang pencetusnya telah memberikan prinsip- prinsip, syarat-syarat, dan amalan-amalan yang harus diamalkan oleh jama’ah tarekatnya. Seiring dengan berjalannya waktu, wadah-wadah selanjutnya ditulis tarekat untuk meniti jalan tasawuf tersebut banyak bermunculan. Meskipun secara garis besar tujuannya sama, yakni untuk mendekatkan diri kepada Allah, namun masing-masing tarekat memiliki cara, syarat, dan amalan yang berbeda-beda. Pada umumnya, tarekat tersebut dinamai dengan nama pencetusnya atau juga dengan tujuan dan keunggulannya. Contoh dari nama tarekat yang diambil dari nama pencetusnya antara lain Tarekat Naqsabandiyah yang dicetuskan oleh Baha’uddin an-Naqsabandi, Tarekat Qodiriyah oleh Abdul Qodir al-Jailani, Tarekat Sadziliyah oleh Abu Hasan al-Sazili, sedangkan yang dinamai dari tujuan dan keunggulannya antara lain Tarekat Wahidiyah, Tarekat Akmaliyah, dan lain sebagainya. Tarekat-tarekat ini tersebar keseluruh belahan dunia Islam termasuk Indonesia. Sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di Dunia dan mayoritas beraliran sunni, jumlah tarekat yang ada di Indonesia pun sangat banyak sekali. Dilihat dari kemu’tabarannya, tarekat-tarekat tersebut di Indonesia dibagi 3 Keterangan Syekh Sholeh Saifuddin di Pondok Pesantren MiftahuFalahil Mubtadiin Pulosari Sukosari Kasembon Malang pada hari Kamis siang, 3 Pebruari 2011 Jam WIB. Volume 24 Nomor 1 Januari 2013 menjadi dua, yakni tarekat yang mu’tabaroh dan ghoir al-mu’tabaroh. Tarekat mu’tabaroh adalah tarekat-tarekat yang telah terkenal serta memiliki banyak pengikut di seluruh belahan dunia muslim, dan biasanya yang diklaim sanad-nya muttasil hingga ke Rasulullah Saw. Tarekat yang digolongkan kedalam kelompok ini di Indonesia antara lain adalah TarekatNaqsabandiyah, Naqsabandiyah Khalidiyah al-Mujaddidiyah, Sattariyah, Sadziliyah, Qadiriyah, Qadiriyah wa an- Naqsahandiyah, Kubrawiyah, Maulawiyah, Khalwatiyah, Tijaniyah dan lain sebagainya yang menurut Nahdlatul Ulama ada lebih dari 30 Tarekat. Sedangkan tarekat ghoir al- mu’tabaroh adalah tarekat yang memiliki karakter sebaliknya. Diantara tarekat di Indonesia yang dimasukkan kedalam kelompok ini adalah Tarekat Siddiqiyah, Wahidiyah, Miladiyah, dan juga Akmaliyah. Karena dikelompokkan kedalam tarekatghoir al-mu’tabaroh, tarekat-tarekat yang disebutkan terakhir ini sering mendapat cibiran dan pernyataan miring, sehingga perkembangannya agak sedikit terhambat dan kurang begitu pesat dibanding dengan tarekat yang masuk kategorimu’tabaroh. Namun demikian, bukan berarti tarekat-tarekat ini mati tak punya pengikut, bahkan lambat tapi pasti mereka terus 4 berkembang dan mendapat simpati dari masyarakat. Situasi yang menimpa para tarekat ghoir al-mu’tabaroh di atas mengusik pikiran penulis untuk mengkajinya lebih dalam. Namun, pada tulisan ini, karena alasan akademis dan juga menimbang kemampuan, penulis hanya akan memfokuskan kajian pada Tarekat Akmaliyah, dan itupun penulis batasi pada Tarekat Akmaliyah yang berkembang dan diajarkan di Pondok Pesantren Miftahu Falahil Mubtadiin Pulosari Sukosari Kasembon Malang. Pada tulisan ini penulis berupaya untuk mengkaji sejarah, sistem dan ajaran Tarekat Akmaliyah yang berada di pondok pesantren tersebut. 4 Martin van Brunessen, sempalan Volume 24 Nomor 1 Januari 2013Sekapur Sirih Pondok Pesantren Miftahu Falahil Mubtadiin1. Letak Geografis Pondok Pesantren Miftahu Falahil Mubtadiin secara geografis terletak di daerah Pulosari, Sukosari, Kasembon, Malang. Pondok ini berada di daerah perbukitan yang banyak tumbuh sarwa pepohonan dan tumbuh-tumbuhan, serta dikelilingi area persawahan dan perumahan penduduk. Dari jalan utama Malang-Kediri, tepatnya dari gapura perbatasan daerah, pondok ini masuk sekitar 1 Km dan tak jauh dari5 Gunung Krengeh. Pondok pesantren yang diasuh oleh Kyai Haji Sholeh Syaifuddin selanjutnya ditulis Kyai Sholeh ini memiliki beberapa bangunan yang memiliki pola sebagaimana umumnya pondok pesantren, yakni satu bangunan masjid berada ditengah dan disekitarnya terdapat bangunan-bangunan pemondokan serta rumah pengasuh. Di Pondok Pesantren Miftahu Falahil Mubtadiin, masjid yang berfungsi sebagai pusat kegiatan ibadah diberi nama Masjid Jannatul Ma’wa. Rumah Kyai Sholeh berada di sebelah kanan depan Masjid menghadap keutara, sebelah timurnya bangunan pondok lama, sebelah utara pondok lama bangunan pondok baru, dan sebelah utaranya lagi terdapat bangunan pondok baru bertingkat yang menjadi tempat kegiatan santri putra untuk mengaji dengan sistem madrasah. Perlu diketengahkan bahwa bangunan perpondokan di pondok ini tidak dibangun secara bersamaan, namun dibangun secara periodik. Oleh karena itu bentuk dan modelnya pun menyiratkan sejarah perkembangan pesantren Miftahu Falahil Mubtadiin itu sendiri. 5 Gunung Krengeh adalah tempat dimana masayarakat Pulosarimemberikan sesajen dan juga menyembah pohon UNI yang ada di gunung itu. sejarah lurah pondok. Volume 24 Nomor 1 Januari 20132. Sejarah Singkat Berdirinya Pondok Pesantren Miftahu Falahil Mubtadiin Kyai Sholeh memulai berdakwah ketika beliau tinggal di 6 daerah Ngetrep, rumah istri kedua beliau , dan tak lama kemudian banyak santri berdatangan ingin me-ngaji kepada beliau. Namun, pada tahun 1977, beliau tidak betah di Ngetrep karena kondisi politis daerahnya saat itu. Akhirnya, beliau memutuskan pulang ke Jatirejo, istri Rodhiyah dan anak beliau Muhammad Romli yang baru dilahirkan menyusul kemudian. Di sana beliau bertani dan bertemu dengan Dayat dipanggil pula dengan nama Masykur. Kemudian, Dayat menyarankan agar rumah Kyai Sholeh yang berada di Jatirejo tersebut digunakan untuk berdakwah saja, namun beliau menolak karena di desa tersebut sudah banyak ulama. Setelah peristiwa tersebut, Kyai Sholeh meminta Dayat untuk menunjukkan daerah yang belum tersentuh Islam untuk tempat dakwahnya. Kemudian Dayat mengusulkan daerah 7 Pulosari, sebuah daerah perjudian, dan Kyai Sholeh menyetujuinya. Tahun 1979, putra dari Syahid Yatim dan Asmirah ini datang ke Pulosari dengan Dayat. Kedatangnnya disambut baik 8 oleh Kyai Abdul Astar dengan memberikan sebidang tanah seluas 15m² agar dibangun rumah. Pemberian ini berdasarkan wasiat Kyai Abdul Hamid kepada Kyai Abdul Astar, “Jika adapendatang mau menegakkan agama Islam di sini jangan sampai membeli tanah berikan saja tanahnya”. 6 Kyai Sholeh menikah lagi setelah istri pertamanya wafat. Daerah ini yang memeluk Islam hanya dirinya, istri dan mertuanya 7 Sebelumnya Kyai Sholeh mendapat alamat /petunjuk bahwa tempat yang akan ditempati bernama desa Kacretan –daerah sekitar mengecek ke Purwoasri tapi tidak ada naam desa Kacretan. Beliau mengaitkan Pulosari dengan Kacretan karena tanahnya yang becek jika dilalui akan menimbulkan bunyi cret diambil dari kata Ka-Cret-an. Dan kemiripan nama Pulosari dengan Purwoasri. 8 Kyai Abdul Astar tidak mempunyai putra hanyak anak angkat Volume 24 Nomor 1 Januari 2013 Untuk membangun rumahnya, Kyai yang pernah belajar di Pondok Pesantren Ringinagung, Pondok Pesantren Sumbersari, dan Pondok Pesantren Sambirobyong ini membeli sebuah rumahgedeg –rumah dari bamboo- di desa Kandangan seharga 57 ribu rupiah. Rumah gedeg tersebut oleh Kyai Sholeh dipindah dan ditempatkan di atas tanah hibah Kyai Abdul Astar tersebut. Dukungan Kyai Abdul Astar untuk kelancaran dakwah Kyai Sholeh tidak berhenti sampai disitu, beliau mewakafkan tanah seluas 30 m² kepada Kyai Sholeh agar dibangun musholla, pondok, dan madrasah. Dalam pembangunannya, beliau membuat batu bata sendiri dengan dibantu oleh 7 orang. Karena modal yang serba terbatas, beliau meminta sumbangan dari warga Jatirejo dan tak lama kemudian bangunan Pondok berhasil berdiri. Saat itu yang mondok mencapai 40 orang santri dan membuat penduduk kaget dengan gerombolan santri’ secara tiba-tiba tersebut. Oleh dasar itu, beliau dicurigai sebagi kepala komando Jihad, namun setelah diperiksa tuduhan tersebut tidak terbukti. Beliau juga meminjam rumah penduduk untuk me-ngaji 40 santrinya. Saat berdakwah, beliau menyisipkan cerita pewayangan untuk menarik perhatian masyarakat agar mau mengenal Islam. Selain itu, untuk menarik perhatian masyarakat, beliau juga memelihara ayam bangkok, karena ketika itu hobi masyarakat adalah sabung ayam. Mengetahui hal itu, banyak penduduk yang datang untuk sabung ayam, bahkan ketika beliau masih me-ngaji. Sejak saat itulah Kyai Sholeh terkenal sebagai Kyai Sabung Ayam. Dalam sabung ayam tersebut, seringkali ayam Kyai Sholeh memperoleh kemenangan. Atas dasar ini, kemudian banyak penduduk yang minta gemblengan untuk ayamnya, supaya bisa selalu menang sebagaimana ayam beliau. Menghadapi permintaan ini, Kyai Sholeh menerimanya dengan ramah dan suka cita. Dalam pemberian gemblengan ini, beliau menyuruh peminta gemblengan untuk membaca Syahadat, lalu mandi Volume 24 Nomor 1 Januari 2013jinabat mandi besar dan kemudian diajari sholat. Metode beliau ini berhasil dan masyarakat, terutama yang tua, mulai berdatangan me-ngaji kepadanya. Satu persatu penduduk sekitar masuk Islam setelah melihat cara beribadah yang diajarkan Kyai Sholeh mudah dipelajari. Masyarakat yang tetap mempertahankan budaya maksiat mulai terancam dengan perkembangan pesat dakwah Kyai Sholeh. Bahkan salah seorang hartawan mendanai seluruh penduduk untuk memelihara babi, agar Kyai Sholeh tidak betah di Pulosari. Tak berselang lama seluruh babi peliharaan penduduk mati setelah saling berkelahi satu sama lain . Tahun 1982 Kyai Abdul Astar mewakafkan tanahnya lagi untuk perluasan pondok pesantren. Kyai Sholeh memberi nama pondok pesantrennya dengan nama Miftahu Falahil Mubtadi’in yang beliau dapatkan saat me-ngaji kitab fiqh Kasifatu Saja. Di dalam kitab tersebut terdapat kalimat persis sebagaimana nama pondok tersebut. Sedang nama madrasah beliau, Futuhiyah, diberikan oleh santrinya dari Jawa Tengah. Sampai tahun 1984, dusun Pulosari belum mempunyai Masjid. Ditahun itu pula, Kyai Sholeh berencana untuk membangun sebuah masjid, dimulai dengan membuat batu bata sendiri dan dibantu santrinya. Setelah melalui proses yang tidak mudah, berdirilah sebuah masjid tanpa nama. Karena ditegur oleh pihak kecamatan untuk segera memberikan nama masjid baru tersebut, Kyai Sholeh memberinya nama Jannatul Ma’wa, karena beliau berkeinginan agar semua jamaah masuk surga. Fasilitas belajar mengajar di Ponpes pada waktu itu sangatlah kurang memadai maka pada tahun 1995 Kyai Sholeh berniat membangun sebuah gedung madrasah berlantai dua berukuran 8 x 30 m. Proses pembangunannya agak terhambat, karena lokasi pembangunannya berbentuk jurang dengan kedalaman sekitar 3,05 m. Pembangunan ini baru berhasil diselesaikan tiga tahun kemudian. Volume 24 Nomor 1 Januari 2013 Tahun 2000, Kyai Sholeh dan Istrinya Rodhiyah menunaikan ibadah haji. Sekembali dari tanah suci, pada tahun berikutnya 2002 beliau membangun gedung Ponpes Putri berlantai dua diatas tanah pribadi. Perjuangan tentunya perlu pengorbanan karena perjuangan tanpa pengorbanan akan terasa hampa, begitu kata orang. Begitu pula yang terjadi pada KH Sholeh Saifuddin dalam perjalanan dakwahnya beliau tidak luput dari berbagai cobaan, rintangan, dan hambatan. Mereka yang tidak suka dengan ponpes di Pulosari selalu mencari cara agar Kyai Sholeh dan pondok pesantren yang diasuhnya hancur. Dimulai dengan menyebarkan fitnah di kampung-kampung, pasar-pasar, perkumpulan- perkumpulan, dan tempat umum lainnya. Diantaranya fitnah tersebut adalah Difitnah mendirikan Negara sendiri/ makar ï‚ Difitnah sebagai ketua komando Jihad ï‚ Difitnah mendirikan aliran sesat ï‚ Bagi mereka sebuah pesantren hanya rintangan untuk hidup bermaksiat belaka. Mereka akan melakukan apa saja untuk menghilangkan rintangan tersebut, termasuk memfitnah. Fitnah yang mereka sebarkan menuai hasil, masyarakat dari berbagai kalangan banyak yang terprovokasi olehnya, bahkan 9 media televisi sekalipun. Sejak berdirinya Ponpes di Pulosari, mereka telah melakukan penyerbuan sebanyak 3 kali dengan alasan yang tidak jelas. Penamaan, Sanad, dan Posisi Tarekat Akmaliyah1. Riwayat Penamaan Penamaan Tarekat Akmaliyah, menurut keterangan dari putra Kyai Sholeh, Gus Romli Rofa’Ilalloh, yang ia nukil dari 9 JTV pojok kampong hari sabtu sore tanggal 12 April 2008 memberitakan bahwa Kyai Sholeh menyerobot tanah Volume 24 Nomor 1 Januari 201310 Syeikh Maulana Ishak, adalah diambil dari martabat iman yang keempat, yaitu ilmul yaqin, ainul yaqin, haqul yaqin, dan 11 akmalul yaqin. Akmalul yaqin adalah tingkatan iman yang paling tinggi dan sempurna. Terkait dengan pemahaman dari masing-masing tingkatan iman ini Syeikh Maulana Ishak menjelaskannya dengan menggunakan Ka’bah tamsil sebagaimana berikuta. Ilmul yaqin, adalah imannya seseorang yang dikabari orang yang baru pulang haji bahwa di belahan bumi sana, tepatnya di Makkah, ada suatu bangunan berbentuk segi empat, diselimuti kiswah empat, yang di situ dikelilingi oleh jutaan orang yang diberi nama Ka’bah. Orang yang memberi kabar itu betul-betul baru pulang haji dan memiliki bukti dengan membawa barang dari sana umpamanya, kemudian orang yang dikabari sudah yakin dan merasa cukup sampai sebatas tahu itu. b. Ainul yaqin, adalah imannya seseorang yang dikabari seperti orang yang pertama tadi, namun dia tidak cukup sampai disitu. Dia penasaran yang kemudian memutuskan berangkat ke Makkah dan akhirnya menyaksikan langsung keberadaan Ka’bah tesebut, walaupun hanya melihatnya dari jarak Haqqul yaqin adalah imannya seseorang yang tidak puas hanya dengan kabar dan melihat dari jarak jauh. Ia kemudian bertarekad untuk mendekat hingga menyentuh Ka’ Akmalul yaqin adalah imannya seseorang yang tidak puas hanya dengan kabar, melihat dari jauh, dan juga 10 Ia adalah keponakan dan murid Syaikhona Khalil BangkalanMadura. Ia juga merupakan saksi hidup bahwa Syaikhona Khalil mengajarkan Tarekat Akmaliyah dan menulis kitab terkait Akmaliyah yang berjudul Bayanu Tariqil Haq. Wawancara dengan Gus Romli…. 11 Nama Akmaliyah hasil wawancara dengan Gus Romli di rumah dalemnya sabtu malam minggu pada tanggal 5 pebruari 2011 pukul Volume 24 Nomor 1 Januari 2013 menyentuh. Dia ingin lebih dekat lagi, yakni masuk langsung ke dalam Ka’bah, sehingga kemanapun dia menghadap dia menghadap Ka’bah fa ainama tuwallu illa ka’bah. Ini ibarat dari kemanapun seseorang menghadap, sukmanya hanya menyaksikan Allah semata Fa ainama tuwallu fatsamma wajhullah. Gus Romli Rofa’Ilalloh menjelaskan lebih lanjut bahwa nama Tarekat Akmaliyah dirujukkan pada tingkatan imanakmalul yaqin karena tingkatan iman inilah tujuan Tarekat Akmaliyah. Dengan kata lain, nama Akmaliyah tersebut adalah ejawantah dari tujuan tarekatnya. Penjelasan-penjelasan di atas adalah penjelasan mengenai asal-muasal penamaan Tarekat Akmaliyah secara umum. Kemudian, asal-muasal penamaan Tarekat Akmaliyah secara khusus, local Pondok Pesantren Miftahu Falahil Mubtadiin Pulosari yang menambahi nama tarekat tersebut dengan as-Sholihiyah Pulosari di belakangnya, adalah karena Kyai Sholeh memiliki metode pengajaran yang berbeda dengan para gurunya yang berakibat pada corak Tarekat Akmaliyah-nya pun memiliki corak yang Sanad Menurut riwayat Gus Romli Rofa’ Ilallah, TarekatAkmaliyah sudah ada sejak zaman al-Arifbillah Kyai Haji Kholil Bangkalan Madura. Syaikhona Khalil, sapaan lazim Kyai Haji Kholil Bangkalan Madura, hanya mengajarkan tarekatAkmaliyah kepada murid-muridnya yang terpilih, yang ia anggap mampu untuk mengamalkannya. Salah satu murid terpilih tersebut adalah Kyai Haji Siroj al-Arif Billah Bendosari, Kras, Kediri. Sebagaimana gurunya, Kyai Siroj, panggilan Kyai Haji Siroj al-Arif Billah, juga hanya mengajarkan tarekatAkmaliyah hanya kepada murid-muridnya yang terpilih, yang diantaranya ialah Kyai Haji Sholeh Syaifuddin Pulosari. Volume 24 Nomor 1 Januari 2013 Masih menurut keterangan Gus Romli Rofa’Ilallah, jika diturut lebih jauh serta dilihat dari ajaran Tarekat Akmaliah tentang martabat sab’ah martabat tujuh dan wihdatul wujud penyatuan wujud, tarekat ini bisa disambungkan kepada Syekh Saman pendiri tarekat Samaniyah. Syekh Saman mengadoppsi dari Syekh Fadlullah al-Burhanpuri Pembesar Tarekat Syatoriyah Nusantara. Syekh Fadlullah al-Burhanpuri menyempurnakan ajaran Syekh Abdul Karim al-Jilli. Al-Jilli menyempurnakan ajaran Ibnu A’robi, dan Ibnu A’robi menyempurnakan ajaran Abu Mansur al-Hallaj. “Kalau Akmaliyah dipahami sebagai martabat, intinnya adalah martabat sab’ah martabat tujuh, yaitu ahadiyah, wahdah, wahidiyat, arwah, missal,ajsam, insan al-kamil. Sebenarnya, martabat tujuh ini juga ada dalam Tarekat Sathariyah dan TarekatSamaniyah. Nah, kalau dikembalikan kepada induknya, semua ini adalah fahamnya Syekh Fadlullah al-Burhanpuri dan diterangkan dalam kitabnya yang berjudul Tuhfatul Mursalah. Syekh Fadlullah al-Burhanpuri adalah penganut fahamwihdatul wujud dan sekaligus penyempurna kitab Insan Kamil-nya Syekh Abdul Karim al-Jilli. Syekh Abdul Karim al-Jilli adalah cucu dari Syekh Abdul Qodir al-Jailani pendiri Tarekat Qadiriyah, pen dan menyempurnakan faham wihdatul wujudnya Syekh Ibnu Arabi. Kalau dicari lebih keatas lagi, maka Syekh Ibnu Arabi ini adalah penyempurna fahamnya Syekh Abu Mansur al-Hallaj atau yang dikenal di kalangan sufi sebagai Syeikhul Akbar, bahkan Syekh Imam al-Ghazali sendiri menyebutnya dengan sebutan itu. Maka dari itu, kalau diurutkan rangkaian sanad kitabnya, maka dimulai dari Syekh Abu Mansur al-Hallaj, terus kemudian Syekh Ibnu Arabi, lalu disempurnakan oleh Syekh Abdul Karim al-Jilli, dan matangnya itu di Syekh Fadlullah al- Burhanpuri. Volume 24 Nomor 1 Januari 2013 Syekh Fadlullah al-Burhanpuri adalah pengikutSathariyah, kemudian dari sana diadobsi oleh tarekat-tarekat yang lain termasuk Syekh Saman, pendiri tarekat Samaniyah, terus kemudian sampai di 12 jawa. Dilihat dari runtutan sanad tersebut, maka sedikit banyak bisa dipahami bahwa sanad Tarekat Akmaliyah tidak se-rigid sanad yang ada pada tarekat-tarekat besar lainnya. Runtutan sanad tersebut hanya menerangkan sanad sebagian dari ajarannya. Dengan demikian, secara penamaan TarekatAkmaliyah adalah tergolong tarekat baru, yang baru muncul setelah munculnya Tarekat Samaniyah. Hal ini didasarkan pada paragraf akhir dari keterangan di atas, yakni ajaran Syekh Fadlullah al-Burhanpuri yang diklaim sebagai induk rujukan ajaran martabat sab’ah dan wihdatul wujud di Nusantara baru sampai ke Jawa setelah Syekh Saman mendirikan tarekatSamaniyah. Dan, Kyai Sholeh mendapatkan ajaran Tarekat Akmaliyah dari Kyai Siroj, Kyai Siroj dari Syaikhona Kholil yang tinggal di Bangkalan Madura, suatu wilayah yang juga diidentikkan dengan Jawa. Dari runutan ini, maka kemungkinan terbesar munculnya Tarekat Akmaliyah adalah pada masa Syaikhona Kholil atau pada masa sebelumnya, yang jelas setelah tarekat Samaniyah Tarekat Akmaliyah dan Tarekat-Tarekat Lain Masih mengambil pemahaman dari keterangan Gus Romli Rofa’Ilalloh pada sub di atas, tepatnya mengenai runutan sanad Tarekat Akmaliyah yang dikaitkan dengan tarekat-tarekat lain Tarekat Samaniyah dan Sathariyah yang telah ada sebelumnya, maka menunjukkan bahwa Tarekat Akmaliyah bukanlah tarekat yang berdiri secara mandiri dan bukan pula tarekat pelanjut. Bukan tarekat yang berdiri sendiri karena dalam 12 Wawancara dengan Gus Romli Rofa’ Ilalloh di rumah dalemnya sabtu malam minggu pada tanggal 5 pebruari 2011 pukul Volume 24 Nomor 1 Januari 2013 keterangan tersebut diterangkan bahwa antara TarekatAkmaliyah dan dua tarekat tersebut memiliki kesamaan ajaran dan bahkan diakui memiliki ketersambungan, sedangkan bukan merupakan tarekat pelanjut karena jika pelanjut ia akan memiliki nama, konsep ajaran, dan sistem yang persis sama atau memiliki perbedaan yang sangat sedikit dengan tarekat yang dilanjutkan, misalnya Tarekat Naqshabandiyah Khalidiyah al-Mujaddidiyah yang memperbaharui atau menlanjutkan Tarekat Naqshabandiyah. Dengan demikian, kemungkinan terbesar adalah bahwa Tarekat Akmaliyah merupakan sejenis tarekat penggabung dari tarekat-tarekat sebelumnya seperti TarekatQadiriyah wan Naqshabandiyah yang menggabungkan antara Tarekat Qadiriyah dan Tarekat Naqshabandiyah. Kesimpulan ini diperkuat dengan pernyataan Gus Romli, menurutnya Tarekat Akmaliyah adalah tarekat yang menggabungkan atau mengambil inti-inti pokok ajaran tarekat-tarekat yang telah ada, terutama lima tarekat besar, yaitu Tarekat Qadiriyah, Naqshabandiyah, Sathariyah, Sadziliyah dan Samaniyah. Terkait posisi Tarekat Akmaliyah diantara tarekat-tarekat lainnya tersebut Gus Romli Rofa’Ilalloh memberikan ibarat sebagai berikut Kalau didalam dunia kita mengenal kecanggihan modern, dulu orang ingin ke Surabaya perlu waktu setengah hari, bahkan sampai satu hari. Ketika ditemukan teknologi sepeda, waktu tempuh semakin berkurang yaitu lebih cepat, mobil lebih cepat lagi, pesawat lebih cepat lagi, maka didalam urusan ukhrawi juga sama. Sehingga tarekat-tarekat itu kalau kita melirik pada Qadiriyah yang asli itu ditetapkan riyadhah yang luar biasa ketat, sangat sulit kalau diterapkan pada zaman sekarang,Naqshabandiyah lebih ringan lagi, Syadziliyah itu lebih ringan lagi, Sathariyah lebih terbuka,Akmaliyah itu lebih terbuka lagi. Cuma, semua itu Volume 24 Nomor 1 Januari 201313 Dalam keterangan tersebut diterangkan bahwa Tarekat Volume 24 Nomor 1 Januari 2013 adalah jalan. Ini kalau saya gambarkan orang menuju ke Istana Negara, itu ada yang naik sepeda, naik mobil, dan ada yang naik kereta api. Nah, semua yang saya sebutkan ini ada rambu-rambu lalulintasnya, ada aturan baku yang mungkin harus di penuhi. Tapi coba bagi mereka yang naik pesawat, maka tidak ada aturan itu. Jadi mau belak-belok kesana- kemari, naik-turun kan lebih cepat dan lebih mudah, tentu bagi yang sudah bisa mengemudikannya. Inilah kiranya gambaran adalah tarekat yang mengambil inti pokok ajaran dari tarekat-tarekat terdahulu dan diposisikan lebih tinggi dan lebih cepat Pesawat terbang sampai pada tujuan dibandingkan yang lainnya. Namun, hal ini hanya bisa dicapai bagi mereka yang mampu mengemudikannya. Maksudnya, bagi mereka yang mengetahui cara dan memenuhi aturan-aturannya. Sebab, lanjut Gus Romli, jika pesawat itu dikemudikan oleh mereka yang tidak memenuhi syarat-syarat tersebut, mereka akan jatuh ke posisi awal. Alih-alih mendapatkan sambutan manis dari Allah, yang ada adalah murka-Nya. Oleh karena itu, seorang salik Tarekat Akmaliyah yang menginginkan hasil yang sempurna harus mampu memenuhi syarat-syarat tersebut, terutama terkait adab. Jadi Hadratu Rububiyah itu menuntut pada etika yang sempurna, makanya ada istilah HasanatulAbrar Sayi’atul Muqorrobin, jangankan Allah presiden kalau digitukan akan marah. Kalau rakyat biasa ini kentut didepan umum itu biasa-biasa saja, akan tetapi kalau seorang menteri kok kentut di 13 Wawancara dengan Gus Romli Rofa’ Ilalloh di rumah dalemnya sabtu malam minggu pada tanggal 5 pebruari 2011 pukul depan presiden itu kan podo karo nantang yok ora, 14 sama juga menantang presiden iya tidak?. Hasil yang sempurna atau tujuan akhir dari Tarekat Akmaliyah adalah sebagaimana telah penulis terangkan pada sub-bab penamaan Akmaliyah, yakni mampu mencapai tingkatan iman Akmalul Yaqin. Kendatipun telah mencapai tingkatan ini, seorang salik Akmaliyah tetap harus ngugemi adab, tetap harus menjalankan Syari’at. Menurut keyakinan Tarekat Akmaliyah, ke-akmaliyah-an seseorang bisa dibuktikan ketika ia telah meninggal dunia. Seseorang yang telah mencapai derajat akmaliyah/akmalulyaqin, ketika ia meninggal dunia dan mayatnya dikubur, mayatnya akan hilang muksa. Hal ini karena ketika ia ditawariraudhah, ia menjawab bahwa ibadah saya bukan karena mengharap pahala dan surga, saya hanya menghendaki Allah,mukhso lebur pada dzat-Nya. Jika seseorang masih dalam tingkatan haqul yaqin, jasad serta kain kafannya masih utuh dan darahnya masih segar meskipun telah dikubur beratus-ratus tahun. Jika masih dalam tingkatan ainul yaqin, jasad, darah dan kain kafannya masih utuh. Hal yang membedakan dengan tingkatan haqul yaqin adalah jasad dan darahnya sudah mengering. Sistem Tarekat Akmaliyah Assholihiyah Pulosari Proses menjadi anggota Tarekat Akmaliyah AssholihiyahPulosari ada dua cara, yakni 1 calon murid datang langsung kepada Mursyid dan mengutarakan maksud untuk menjadi anggota Tarekat, dan 2 calon murid bertanya kepada pengamal Tarekat Akmaliyah Assholihiyah Pulosari mengenai cara menjadi anggota tarekat itu, dan pada umumnya akan 14 Wawancara dengan Gus Romli Rofa’ Ilalloh di rumah dalemnya sabtu malam minggu pada tanggal 5 pebruari 2011 pukul Volume 24 Nomor 1 Januari 2013 15 diberitahukan bagaimana caranya. Setelah proses tersebut dan mendapatkan izin, calon murid disuruh mengerjakan puasa tarkukulli dzi ruh selama tiga hari dan wirid sebanyak 500 X setiap hari. Perlu digaris bawahi bahwa masing-masing hari memiliki niat puasa yang berbeda. Lebih mudahnya penulis rinci sebagai berikut a. Niat puasa hari pertama nawaitu shauma ghadin lisuluki thariqil muttaqin wiridnya ya hadhi ya alim ya khabir ya mubin 500x b. Niat puasa hari kedua nawaitu shauma ghadin lisuluki thariqi shalihin wiridnya ya hadhi ya alim ya khabir ya mubin 500x c. Niat puasa hari ketiga nawaitu shauma ghadin lisuluki thariqil arifin wiridnya ya hadhi ya alim ya khabir ya mubin 500x Setelah berpuasa bila ruhin dan melakukan wirid selama tiga hari, calon murid lalu datang lagi kepada mursyid untuk dibai’at. 16 Bai’at berasal dari kata ba’a “ ÙØ¹ïºÙïº ” yang berarti menjual. Maksudnya adalah seluruh hidup dan mati dijual kepada Allah. Ibadah, shalat, amal, hidup dan mati semua diserahkan kepada Allah sampai diri tidak memiliki apa-apa. Bahkan sampai diri sendiri pun tidak dimiliki. Syarat-syarat bai’at antara lain a Suci dari hadas besar dan kecil, bSudah berpuasa tiga hari tarku kulli dzi ruh, c Ada guru mursyid, d Ada yang dibi’at, dan eDuduk berhadap- hadapan antara calon murid dan mursyid. Adapun tata cara bai’at adalah duduk berhadapan dengan guru Mursyid dengan menyatukan kedua lutut sampai 15 Keterangan Kyai Sholeh nama panggilan Kyai Haji Sholeh Saifuddin Al Arif Billah dipondok pesantren Pulosari sabtu malam minggu 16 M. Kasir Ibrahim, Kamus Arab, arab-indonesia, Indonesia-arab, Surabaya Apollo tanpa tahun. Hal, 35 Volume 24 Nomor 1 Januari 2013 Volume 24 Nomor 1 Januari 2013 bersentuhan dengan lututnya guru Mursyid. Setelah itu manutnut opo jare guru Mursyid ikut lahir-batin dengan apa yang dilakukan oleh guru Mursyid. Sedangkan pantangannya adalah tarku syari’at menginggalkan syari’at dan khianat Mursyid. Setelah dibai’at, maka selanjutnya yang dilakukan oleh murid adalah melaksanakan segenap sistem yang ada dalam Tarekat sebagai berikut 1. Suluk Pengertian suluk adalah membersihkan hati dari semua yang selain Allah dan menjauhkan hati dari hawa nafsu serta semua yang menjadi ajakannya. 17 Pekerjaan-pekerjaan dalam suluk adalah dengan kesungguhan membaca istighfar “ Ù ïºÙï»”Ù’ï»Ùïº˜Ù’ïº³ÙØ§ ﻢْﯿÙﻈÙﻌْﻟا Ùﲓ 100 x dengan mengeraskan suara sekeras- kerasnya jahr b. Membaca “ ﻒْﯿÙﻄÙﻟ ïºÙﯾ “ 100x dengan suara sekeras- kerasnya jahr “ ÙØ¹ÙﺪÙïº ïºÙﯾ “ 100x dengan suara sekeras-kerasnya jahr d. Membaca “ Ù’ïºÙﺒْﻛأ Ùï² “ 100x dengan suara sekeras- kerasnya jahr “ ﻢﻟآ“ 100x dengan suara sekeras-kerasnya jahr f. Membaca “ Ù’ïºªï± ï»¤ÙﺤÙﻣ ï»°Ùï» Ùﻋ ï² ï± ï»Ùﺻ“ 100x dengan suara sekeras- kerasnya Jahr g. Membaca “ ï² ï± ï»»ÙØ§ ÙïÙï»ŸÙØ§ Ùï»»“ 100x dengan suara sekeras- kerasnya Jahr Kesemuanya ini dibaca setiap ba’da magrib dan isya’ secara berjamaah. Membacanya dengan menggambarkan hati ibarat besi yang berkarat terkena hantaman sesuatu yang sangat besar dan akan bersih 17 Keterangan dalam salah satu pengajian rutin yang ada pada tiap malam minggu di Pulosari Kasembon Malang. karat-karat yang ada dalam besi itu karenanya, atau memaksa semua yang dibaca dengan lisan itu agar masuk sampai kepada hati, kepada ruh sukma/nyawa, 18 bahkan sampai pada sirr rasa. 2. Dzikir Dzikir adalah langkah pertama dijalan cinta, sebab kalau orang mencintai orang lain maka ia akan suka menyebut namanya dan selalu ingat kepadanya. Dzikir adalah ibadah yang dengan cepat dapat membuka tabir penghalang antara manusia dengan tuhannya. Tabir itu misalnya akhlak yang buruk, akhlak yang menyimpang dari aturan agama, sehingga dengan akhlak itu hati tertutup oleh kotoran yang bisa menghalangi seseorang untuk dekat kepada Allah. Bila ingin hatinya terbuka dan tersingkap tabirnya, maka cara yang paling cepat adalah dengan dzikir 19 kepada Allah. Apabila seorang salik menemukan kesulitan dalam suluknya, maka dzikir merupakan pedang untuk menakuti musuhnya, dan Allah akan akan melindungi siapapun yang ingat akan Dia baik dalam keadaan susah, bahaya dan bahagia. Orang ahli Tarekat hatinya haruslah dikasih makan dengan dzikir kepada Allah. Makna dzikir dalam Tarekat Akmaliyah ada dua macam, yaitu 1 dzikir berarti menyebut, dan 2 dzikir berarti mengingat. Oleh Karena itu, dalam hubungan dengan dzikir terdapat lima tingkatan, yaitu Pertama, orang yang tidak berdzikir sama sekali, baik dalam arti menyebut atau mengingat; Kedua, orang yang berdzikir dengan lisan saja, tidak beserta hatinya. Inilah orang yang dalam al-Qur’an dikatakan sebagai orang yang summun bukmun ngumyun 18 Keterangan Gus Romli Rofa’ Ilallah Sabtu malam minggu, 8 Oktober malam di dalemnya rumahnya 19 Pengajian tauhid tiap sabtu malam minggu di dusun Pulosari Kasembon Malang. Volume 24 Nomor 1 Januari 2013 Volume 24 Nomor 1 Januari 2013 fahum la yarji’un buta tuli bisu dan tidak pernah kembali. Lisan dan hatinya suka berkeliaran terus tidak pernah mau pulang kepada Allah; Ketiga, orang yang berdzikir dengan hatinya saja, tanpa dengan lisan; Keempat, orang yang berdzikir dengan lisan dan hatinya, akan tetapi masih dimilikinya sendiri tidak diserahkan kepada Allah; dan Kelima, orang yang berdzikir dengan lisan dan hatinya dengan hudurul qolbi dan dia tidak merasa memiliki dzikir itu baik lisan atau hatinya. Dia mengerti bahwa menyebut dengan lisan itu perbuatan Allah atau hati yang mengingat itu juga perbuatan Allah. Tingkatan yang terakhir inilah yang diajarkan Tarekat Akmaliyah kepada seluruh anggotanya. Dan perlu diingat, dzikir boleh dilakukan dimana saja, pada saat apa saja, kapan saja, dan tanpa dibatasi pada waktu-waktu tertentu. KESIMPULAN Ulasan-ulasan di atas dapat disimpulkan bahwa kemunculan Tarekat Akmaliyah di Sukosari dimandegani oleh Kyai Sholeh sejak awal berdirinya Pondok Pesantren Miftahu Falahil Mubtadiin pada tahun 1979. Kyai Sholeh mendapatkan ajaran Akmaliyah dari Kyai Siroj Bendosari Keras, dan Kyai Siroj dari Syaikhona Kholil Bangkalan Madura. Penamaan Akmaliyah ditujukan pada tujuan akhir tarekat, yakni martabat iman akmalul yaqin. Sedangkan penamaan khusus Tarekat Akmaliyah as-Sholihiyah Pulosari ditujukan sebagai pembeda dari tarekat-tarekat Akmaliyah yang diajarkan oleh mursyid lain. Hal ini karena Kyai Sholeh memiliki metode yang berbeda dalam pengajarannya. Titik puncak ajaran Tarekat Akmaliyah as-SholihiyahPulosari sama dengan tarekat Akmaliyah lainnya, yaitu tercapainya akmalul yaqin yang tidak lain adalah penyatuan hamba dan Sang Kholik wihdatul wujud. Jika dilihat dari ajaran ini, Tarekat Akmaliyah bisa dirunut sanad ajarannya kepada Abu Mansur al-Hallaj. Abu Mansur al-Hallaj dilanjutkan oleh Ibnu A’robi. Ibnu A’rabi disempurnakan oleh Syeikh Abdul Karim al-Jilli. al-Jilli disempurnakan oleh Syeikh Fadlullah al-Burhanpuri. Dari al-Burhanpuri diadopsi oleh Syeikh Saman, dan dari Syeikh Saman baru masuk ke Jawa yang kemungkinan besar adalah Syaikhona Kholil. Dilihat dari runutan ini, Tarekat Akmaliyah adalah tarekat penggabung dari beberapa tarekat sebelumnya, yakni Tarekat dan Qadiriyah, Naqshabandiyah, Sathariyah, Sadziliyah, Samaniyah. Untuk menjadi murid Tarekat Akmaliyah as-SholihiyahPulosari, seorang calon murid melalui beberapa tahap, yaitu 1 ijin masuk kepada mursyid; 2 puasa bila ruh dan wirid tertentu selama tiga hari; 3 bai’at; dan 4 suluk dan dzikir.
Zikir dan do’a dilakukan setiap hari. Zikir dan doa tersebut meliputi lâ ilâ ha illallâh 25000 xya Allâh 25000 xmembaca saalawat xsetelah ashar membaca hizib bahr imam al-Syadzili kemudian membaca 7 surat,membaca do’a birrul walidainmandi, memakai wewangian, dan melakasanakan shalat maghribmandi setiap shalat fardhu Tata Cara Baiat atau Tahkim Pengokohan dan Talqin Pemberian Pakaian Sufi 1. Mursyid memerintahkan sâlik untuk membersihkan diri dari hadats dan najis untuk melakukan persiapan menerima talqin dan menghadap tawajjuh menghadap kepada Allâh Swt.;2. Mursyid menanyakan kepada sâlik tentang penerimaan talqin dan tawajjuh dengan menggunakan washilah Rasûlullâh Saw.;3. Mursyid meletakkan tangan kanannya ke tangan kanan sâlik dan meletakkan telapak tangannya di atas telapak tangan sâlik, mursyid memegang ibu jari sâlik dengan jari-jari tangan mursyid; 4. Mursyid memerintahkan sâlik bertaubat dan membaca istighfâr, mursyid menuntun sâlik membacaأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ آمَنْتُ بِاللهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ مِنَ اللهِ تَعَالَى وَعَذَابِ الْقَبْرِ نَعِيْمِهِ وَسُؤَالِ الْمَلَكَيْنِ وَالْبَعْثِ وَالْمِيْزَانِ وَالْجَنَّةِ وَالنَّارِ رَضِيْتُ بِاللهِ رَبَّا وَبِالْاِسْلَامِ دِيْنَا وَبِمُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَىْهِ وَسَلَّمَ نَبِيًّا وَرَسُوْلًا وَرَضِيْتُ بِكَ شَيْخًا وَوَاسِطَةِ اِلَى اللهِ تَعَالَى5. Kemudian mursyid berkata kami bermadzhab fiqih Syafi’iyah, bermadzhab aqidah Abi Hasan al-Asy’ari, Tarekat kita adalah Tarekat Alawiyah, Aqdu al-Yawaqit al-Jauhariyyah wa Samth al-Ain al-Dzahabi bi Dzikri al-Thariq al-Sadad al-Alawiyah, juz 2, halaman 147. Tata Cara Pemberian Khirqah Pakaian Sufi Jika mursyid menghendaki pemberian khirqah pakaian sufi kepada sâlik maka mursyid memerintahkan sâlik untuk Bersuci dan bertawadhu’;Membaca surat al-Fatihah;Mursyid memakaikan pakaian sufi dengan tujuan pemakaian tersebut sebagai pengganti penyematan dari Allâh Swt. dan Rasul-Nya;Kemudian mursyid menyebutkan penisbatan khirqah Mursyid berkata aku menyematkan pakaian ini kepadamu seperti aku menerimanya dari mursyidku al-Syaikh sampai pada akhir mursyid menginginkan menalqin zikir maka mursyid memerintahkan sâlik untuk duduk di depannya kemudian memerintahkannya memejamkan kedua mata dan menuntunnya membaca lâ ilâ ha illallâh surat al-Ikhlâs dan mu’awwidatain, dan membaca tahlil sampai diberi petunjuk berhenti oleh Allâh Swt. Semua bacaan itu pahalanya dihadiahkan kepada Nabi Muhammad Saw., para nabi, rasul, shalihin, dan seluruh orang muslim, Aqdu al-Yawaqit al-Jauhariyyah wa Samth al-Ain al-Dzahabi bi Dzikri al-Thariq al-Sadad al-Alawiyah, juz 2, halaman 147-148. Sumber
Menurut sebuah riwayat yang layak dipercaya, di Jawa ada suatu tarekat yang mirip dengan tradisi kaum Malamatiyah. Mereka akan merasa gagal bersuluk jika ketaatan mereka diketahui orang lain. Bukan saja fokus membasmi potensi riyak, para malamat lebih fokus pada peperangan melawan ego sendiri. Mereka mengenal kombinasi menyalahkan diri sendiri malamatun nafs, memperkuat dawamul-iftiqor keadaan merasa hina secara permanen, dan katmul-ibadah menyembunyikan ibadah. Para pionir aliran ini, seperti Syeikh Samnun al-Qassar menyebut jalan spritual mereka sebagai jalan kesalahan’. Tidak memberi ruang sedikitpun bagi diri sendiri untuk merasa benar atau baik. Jadi lebih fokus ke dalam, semacam disipliner batiniah yang sangat ekstrem. Istilah malamatun-nafs adalah kosa kunci yang diperkenalkan oleh kalangan Malamatiyah awal seperti diceritakan dalam kitab Risalah Malamatiyah karya Syeikh Hakim at-Tirmidzi. Sedangkan katmul-ibadah diperkenalkan oleh Syaikh Syihabuddin Suhrawardi, seorang penulis kitab babon tasawuf, Awariful Ma’aarif, sebagai konter-wacana kecendrungan ekstrim kalangan Malamatiyah dalam mengumbar dosa agar terlihat tidak taat. Hal ini untuk membedakan mana praktik Malamatiyah yang benar dan mana yang mengada-ada. Maksudnya, pada masa sebelumnya sebagian kaum Malamatiyah menzahirkan kesalahan di tengah makhluk agar dicap tidak taat. Tradisi menyembunyikan ketaatan, tetapi menzahirkan kesalahan dijalankan secara ekstrem oleh banyak kelompok sampai batas yang mengkhawatirkan. Artinya ada potensi penyelewengan, potensi kepura-puraan, penipuan, dan pemalsuan yang terjadi. Singkatnya, lahir suatu gaya spiritualitas yang membenarkan perbuatan salah dan dosa. Fitness Why move-to-earn is the next evolution of fitness clenbuterol for sale uk 2022 Free Fitness Apps To Download For At-Home Workouts On Your Time Seperti disebutkan oleh Syeikh Fariduddin Attar dalam salah satu fragmen Mantiqut Thayr-nya, menceritakan keterperosokan seseorang yang mendaku malamat orang yang mencerca diri ke dalam kubangan lupa dan dosa sampai pindah dari satu agama ke agama lain, dan hidupnya berakhir di ketiak perempuan non-muslim. Zahir mereka yang tidak taat seringkali digunjing, di-bully, dan difitnah oleh kalangan yang terbuai dengan aksesori agama. Menurut sebagian riwayat, kaum Malamat akan meningkat level spritualitasnya ketika orang lain meremehakan, memandang sebelah mata, dan tidak memanusiakannya. Malamatiyah bukan sufisme tasawuf, dan bukan pula tarekat seperti pernah disampaikan oleh beberapa ahli tasawuf, tetapi lebih sebuah kecenderungan bersuluk yang berkembang sejak abad-9 Masehi. Bahkan kadang, kesan saya, Malamatiyah lebih cenderung menjadi ragam pilihan sufistik-personal. Kembali ke tarekat Akmaliyah yang dekat dengan para malamat itu, para penganutnya praktis tidak terlihat melakukan ibadah formal yang syar’i. Mereka tidak menampakkan semua kewajiban tarekat mereka, seperti zikir dan amalan tambahan lainnya. Menurut seorang peneliti, pengamal tarekat ini hanya bisa dikenali dari praktik hidup hariannya, terutama ekstremnya mereka melayani kaum lemah dalam segala kondisi mereka, fis sarraa wad dhoorro’. Mereka bersedekah dalam segala keadaan, baik ketika longgar maupun sesak secara ekonomi. Tindakan sosial yang menggembirakan, meringankan beban, dan membuat nyaman hidup orang lain menjadi ciri utama para pengamal tarekat ini. Tarekat Akmaliyah adalah salah satu tarekat muktabar walau tanpa lisensi kemuktabaran dari lembaga formal lokal. Banyak kiai-kiai NU mengamalkan tarekat Akmaliyah, tetapi organisasi JATMAN Jami’iyah Tarekat Muktabarah Nahdliyah tidak memasukkan Akmaliyah sebagai salah satu tarekat muktabar. Status muktabar artinya sebuah tarekat sudah dikenal luas kebenaran ajaran dan kesinambungan silsilahnya, sudah terverifikasi oleh para ulama dan umat. Akmaliyah adalah salah satu lokal yang pernah ada dan bertahan sampai hari ini. Dikatakan lokal karena silsilah atau matarantai sanadnya sangat pendek, yakni dari Syeikh Siti Jenar langsung melompat ke Sayyidina Abu Bakar Shiddiq kemudian kepada Rasulullah SAW. Ini versi sanad yang saya percaya secara subjektif. Ada beberapa silsilah Akmaliyah lainnya, tapi karena beberapa alasan subjektif, saya abaikan. Harus diakui belakangan, banyak sekali versi Akmaliyah yang memiliki potensi menjadi pseudo-sufisme. Setiap tarekat dalam perjalanannya memiliki dinamika yang tidak linear, apalagi seperti Akmaliyah yang dalam jangka panjang tercerai-berai secara ajaran dan praktik karena kegiatan politis mereka melawan penjajahan. Para mursyid Akmaliyah awal, terutama Syeikh Siti Jenar, Sunan Kali Jaga, dan belakangan Sultan Agung Hanyokrokusuma membimbing para murid Akmaliyah sampai tahap mendapatkan kematangan spiritual. Bahasa vulgarnya, mereka dibimbing sampai mendapatkan kewalian. Setelah abad-16 Masehi, para pengamal tarekat Akmaliyah ini tersebar di dua jalur, yakni di kraton-kraton kesultanan Islam Jawa atau di kalangan internal kraton, dari para sultan, pangeran, sampai kepada pegawai terendah kesultanan. Matarantai sanad mereka dari Syeikh Siti Jenar ke Sunan Kalijaga ke Mas Karebet ke Panembahan Senopati ke Sultan Agung ke puteranya Pangeran Amangkurat Agung dan seterusnya. Sebagian pendapat mengatakan dari Sultan Agung ke puteranya Pangeran Toposono makamnya di Semarang dan ada juga di pesareyan para sultan di Kotagede. Sedangkan sanad yang dari jalur Syeikh Siti Jenar ke Ki Ageng Kebo Kenongo yang kemudian dilanjutkan Sultan Pajang, Mas Karebet, dan kemudian kepada puteranya, Pangeran Benowo. Seperti kita ketahui, dari Pangeran Benowo inilah lahir para ulama yang nantinya mendirikan pesantren-pesantren di Jawa. Jadi, hubungan pesantren dan para sultan Jawa bukan saja hubungan kekerabatan, tetapi juga hubungan spritualitas. Sekarang, praktis sangat sedikit orang yang mengetahui kompleskitas hubungan dua golongan lama dalam pranata sosial masyarakat Jawa. Masih menurut hasil penelitian seorang karib, salah satu mursyid tarekat Akmaliyah yang bisa dijadikan pegangan di zaman modern adalah Syaikhona Kholil Bangkalan. Bahkan menurut Kiai Agus Sunyoto, Mbah Hasyim Asy’ari adalah seorang mursyid Akmaliyah. Dari kedua masayikh NU ini dilanjutkan oleh beberapa mursyid Akmaliyah di sejumlah pesantren di Jawa Timur. Satu dekade lalu, Mbah Ghafur, Blitar, Jawa Timur, juga membaiat para murid beliau dalam tarekat Akmaliyah dengan bungkus tarekat lain. Ajaran tarekatnya adalah Akmaliyah tetapi namanya memakai tarekat Syatariah atau Syadziliah. Hal ini sudah biasa dilakukan oleh para mursyid Akmaliyah. Saya sengaja menyebutkan sekelumit cerita tarekat Akmaliyah di pesantren sampai hari ini agar Akmaliyah sebagai suatu tarekat yang diwariskan oleh para wali Jawa bisa terpelihara dan para murid Akmaliyah bisa merujuk kepada guru-guru Akmaliyah di pesantren agar tidak tergelincir pada spekulasi dan kemungkinan atau potensi pesudo-sufisme di zaman milenial. Apa yang menarik dari kalangan Malamatiyah dan Akmaliyah, bahwa jalan spritualitas itu membutuhkan suatu tingkat disipliner yang sangat ketat dan tinggi. Tidak ada jalan nyaman bagi para pencari kebenaran. Semua diperoleh melalui serangkaian kewajiban ekstra ketat dalam menjalankan ibadah, menuntut pengetahuan, dan menjaga kemurnian batin. Wal-Allahu-a’lam bishawab.
Tarekat Syekh Siti Jenar/Sunan Kajenar Bagi syekh siti jenar, bentuk lafadz istighfar, shalawat,tasbih,tahlil dan semacamnya sebenarnya lafadz-lafadz yang menuntun manusia untuk menempuh jalan menuju kemanunggalan. sehingga kalimat-kalimat tersebut tidaklah cukup hanya dijadikan ucapan penghias bibir belaka. kalimat-kalimat tersebut hakikatnya adalah urat nadi perjalanan rohani manusia, yang dapat menyelami kedalam samudera ma’rifat untuk mengenal dan mendekatinya, kemudian menghampirinya untuk manunggal dalam keabadian. sehingga matra-matra dari kalimat itu akan tetap terbawa dalam kesadaran kematian. saat nyawa kehidupan lepas dari tubuh, kesadaranya tetap mengiringinya dengan senyum menuju anda berhasrat kuat untuk mengikuti jalan kami maka yang wajib anda sadari pertama-tama adalah kenyataan yang terkait dengan cara/thariq kami yang berbeda pada umumya yang dianut manusia. maksudnya, tarekat yang kami anut tidak mengenal adanya pir atau mursyid. karena yang disebut pir atau mursyid, menurut cara kami berada dalam diri manusia keberadaan guru hanya terbatas sebagai petunjuk untuk menuntun langkah awal seorang salik dalam guru penjelasan ini hendaknya anda pahami bahwa pada cara kami tidak mengenal adanya wasilah maupun rabithah yang berwujud manusia. satu-satunya wasilah dan rabhitah adalah nur muhammad, yang ada didalam diri manusia. lewat nur muhammad itulah manusia akan tercapai sumber segala sumber. Anda boleh menamai cara ini sesuka hati anda, namun hendaknya anda ketahui bahwa Nabi Muhammad al-Musthafa SAW telah mewariskan dua cara kepada yang pertama adalah tarekat Al-akmaliyah yang diwariskan lewat hadrat Ali bin Abu Thalib. tarekat yang akan anda pelajari dari syekh siti jenar adalah tarekat al akmaliyah. “sebagaimana yang telah kujelaskan sebelumnya bahwa pertama-tama tarekat al akmaliyah tidak mengenal pir atau mursyid dalam wujud manusia karena pada hakikatnya sudah ada pada diri tiap pir atau mursyid didalam diri manusia itulah yang disebut nur muhammad, yang akan menjadi penuntun sang salik di dalam menuju dia. karena itu, tarekat al-akmaliyah tidak mengenal wasilah dan rabithah dalam bentuk manusia. Wasilah dan rabithah dalam tarekat al-akmaliyah tidak dikenal adanya silsilah pir atau mursyid berdasar asas para salik yang berjalan melewati tarekat al-akmaliyah wajib berkeyakinan bahwa segala sesuatu termasuk tarekat ini adalah milik Allah. itu berarti, keberadaan tarekat beserta seluruh pengikutnya adalah semata-mata karena kehendak Allah. dengan demikian, para pengikut tarekat ini hendaknya tidak membanggakan diri sebagai pendiri atau penguasa tentu pernah mendengar kisah syaikh hussein bin mansyur al hallaj yang dihukum cincang dan mayatnya di bakar oleh al-muqtadir? dia adalah pengamal ajaran tarekat al-akmaliyah. Namun, murid-muridnya kemudian mendirikan tarekat hallajiyah. itu boleh dan sah-sah saja, walaupun akhirnya Hallajiyah tenggelam karena pengikut-pengikutnya membentuk lembaga baru dengan susunan hirarki kepemimpinan rohani atas dasar seorang manusia. sementara tarekat al-akmaliyah tetap lestaari hingga Tarekat Al-akmaliyah dan Tarekat Al-anfusiyah hakikatnya sama, hanya nama saja yang berbeda. karena, Akmaliyah berasal dari Al-kamal, yakni pengejawentahan dari al-kamal yang dibentuk oleh al-jalal dan itulah adam ma’rifat yang kepadanya ditiupkan ruh al-haqq dimana tersembunyi al-haqq. Al-kamal atau adam ma’rifat itulah yang disebut al-insan al-kamil. Sementara itu, Anfusiyah berasal dari al-anfus, an-nafs al-wahidah, yakni pengejawentahan an-nafs al-illahiyyah. an-nafs al-wahidah itulah adam ma’rifat yang kepadanya ditiupkan roh-nya, yakni roh al-haqq di mana tersembunyi al-haqq. an-nafs al-wahidah atau adam ma’rifat itulah yang disebut al-insan tarekat itu benar, hanya nama dan cara-nya saja yang berbeda. justru cara itu menjadi salah dan sesat ketika sang salik menilai terlalu tinggi cara yang di ikutinya hingga menafikan cara yang lain. sebab, dengan itu sebenarnya sang salik memuliakan dan mengagungkan dan membenarkan keakuanya yang kerdil. berarti sang salik pada saat itu telah merampas hak kemuliaan, keagungan, dan kebenaran hanyalah miliknya. itulah sebabnya, dalil awal yang wajin dipatuhi oeleh seorang salik Akmaliyah adalah meyakini jalan lurus/sabil huda yang digelar oleh Allah kepada hamba-hamba yang mencarinya tidaklah tunggal/ wa al-ladzina jahadu fina lanahdiyannahum yang paling penting anda pahami lagi adalah Tarekat al-akmaliyah ini hanyalah suatu cara untuk melewati jalan lurus. jadi jangan beranggapan bahwa cara ini adalah segala-galanya. artinya jangan menganggap bahwa siapa saja yang mengamalkan cara ini dan mengikuti jalan lurus yang ada di dalamnya pasti akan selamat sampai kepadanya. sebab keputusan terakhir ada di tangan-Nya juga. artinya sangat terbuka kemungkinan pengamal cara ini justru akan tersesat jalan, jika Dia menghendaki sebagai pedoman untuk melintasi jalan lurus dengan cara Akmaliyah, dapat saya jelaskan sbb pertama-tama yang harus anda pahami bahwa Allah tujuan akhir kita, adalah tidak bisa dibanding-bandingkan dengan sesuatu bentuk apapun/ laisa kamitslihi syaiun. karena itu merupakan suatu keharusan fundamental bahwa untuk menuju dia, seorang salik harus mengarahkan kiblatnya seperti daud dan sulaiman, namun kiblat hati dan pikiran tetap hanya mengarah anda sadari bahwa perjalanan menuju Dia, subhanahu wa ta’ala, bukanlah perjalanan ajaib yang langsung secara gampang dalam tempo satu hari atau satu pekan. perjalanan menuju Dia sangatlah sulit dan penuh jebakan. karena harus melampui tujuh rintangan besar, yaitu tujuh lembah kasal, tujuh gunung riya’, tujuh rimba sum;ah, tujuh samudera jub, tujuh benteng hajbun. Semua rintangan itu berjumlah tujuh, karena kita adalah makhluk yang hidup di atas permukaan bumi, Allah membentangkan tujuh lapis langit yang kokoh di atas kita / sebagaimana bumipun berlapis tujuh / 8612 dan samuderapun berlapis tujuh /Qs. Luqman 3127. bahkan neraka bertingkat tujuh /Qs. al-Hijr 1544. tidaklah anda ketahui bahwa surgapun berlapis tujuh. Tidaklah anda ketahui bahwa dalam beribadah kepada-Nya manusia telah diberi piranti tujuh ayat yang diulang-ulang dari Al-Qur’an/Qs. al-Hijr 4487 untuk berhubungan dengan-Nya?Qs. al-Hijr 1587. Tidaklah anda sadari bahwa saat anda sujud maka tujuh anggota badan anda yang menjadi tumpuan??” Namun, diantara tujuh hal yang terkait dengan alam semesta ini, yang paling penting anda sadari adalah tujuh lapis hal yang berhubungan dengan keberadaan manusia yang di beri tujuh tahap usia, yakni radhi, fathim, shabiy, ghulam, syabb, kuhl, dan syaikh; yang berkait dengan tujuh nafsu manusia, yakni musawwilah, hayawaniyah, ammarah, iwwammah, mulhamah, muthma’inah, dan wahidah. sebab dengan menyadari adanya tujuh nafsu manusia maka anda akan memahami adanya TUJUH MARTABAT yang wajib anda lampui untk menuju kepadan-Nya. dan sekali lagi ingat-ingatlah bahwa perjalan rohani bukan perjalanan ajaib yang bisa tercapai dalam waktu sendiri membutuhkan waktu lima belas tahun berkhalwat untuk mencapai tahap bertemu jibri AS di gua hira. dan perjalanan itu masih beliau laksanakan dengan tekun dan istiqomah hingga beliau mengalami isra’mi’raj menghadap ke hadirat al-khaliq.””” Terdapat hubungan sekaligus perbedaan pelaksanaan antara tarekat akmaliyah dengan tarekat syatariyah. tarekat al-akmaliyah untuk dirimu pribadi, sedang tarekat syatariyah untuk engkau ajarkan khalayak ramai. wajib engkau ingat-ingat bahwa apa yang disebut tarekat itu pada dasarnya memiliki hakikat tujuan yang sama, meski nama dan caranya seolah-olah berbeda. itu sebabnya , jika engkau teliti benar keberadaan semua tarekat maka akan engkau dapati jalan lurus dan cara yang mirip satu dengan yang lain. di dalam beberpa tarekat misalnya, akan engkau dapati pemaknaan inti dari hakikat istighfar, salawat, tahlil dan nafs al-haqq yang sering di pilah-pilah sebagai dzikir jahr dan dzikir sirri. semua tarekat pasti mengajarkan istighfa, salawat, tahlil dan nafs tarekat pasti mengajarkan rahasia Muhammad sebagai pintu dan kunci untuk membuka hijabnya. Ada penjelasan mengapa tidak tarekat al-akmaliyah saja yang disebar luaskan kepada khalayak ramai? bukankah hal itu lebih afdol dibanding mengajarkan tarekat asy-syatariyah?ketahuilah,o salik, bahwa tarekat al-akmaliyah sejak semula memang tidak untuk diajarkan kepada khalayak ramai. tidakkah engkau ketahui kisah syaikh abu al-mughits al-husain bin mansyur bin muhammad al-baidhawi al-hallaj yang menimbulkan kekacauan ketika mengungkapkan pandangan dan pahamnya kepada khalayak ramai? Tidakkah semua orang saat itu tidak mampu memahami ucapan-ucapanya? Tidakkah hanya kesalah pahaman yang justru ditimbulkanya?”””” Ketahuilah salik, bahwa yang menjadi dasar tarekat al-akmaliyah adalah kembali kepada Allah subhanahu wata’ala, Tuhan, pencipta yang tak bisa di bayangkan dan tidak pula bisa dibandingkan dengan dasar utama dari tarekat al-akmaliyah adalah perjalanan kembali ke asal. inna li Allahi wa inna ilaihi raji’un! kembali kepada yang maha ghaib. maha kosong. maha tak engkau menjelaskan khalayak ramai tentang dia/ huwa yang tak bisa digambarkan dan dibayangkan serta takterbandingkan? bagaimana cara engkau meminta khalayajk ramai untuk mengikuti jalanmu jika engkau tak bisa menjelaskan kepada mereka tentang kenikmatan, kelezatan, keindahan, kemuliaan, dan keagungan yang bakal engkau capai? bagaimana bisa engkau menyadarkan khalayak ramai tidaklah kembali kesurga yang penuh kenikmatan dan kelezatan, melainkan kembali kepada dia yang tak bisa digambarkan??”Dengan uraian ini bukan berarti aku menempatkan tarekat al-akmaliyahsebagai tarekat yang khusus, apalagi lebih tinggi nilainya dari pada tarekat syatariyah. sekali-kali tidak demikian. sepengetahuanku, tarekat al-akmaliyah memang tidak pernah diajarkan secara terbuka, kecuali pada masa husein bin mansyur bin Muhammad al-baidhawi al-hallaj. entah jika suatu saat nanti Allah menghendaki-Nya..”””Menurut pemahaman tarekat al-akmaliyah, dalam perjalanan rohani menuju Dia pada hakikatnya terdapat empat tahapan al-insan menuju al-haqq/as-safar min kembali dari al-haqq/ as-safar fi kembali dari al-haqq menuju al-insan bersama al-haqq/as-safar min al-haqq ila al-insan bi al-insani di tengah ciptaan bersama al-haqq/safar al-insan fi al-khalq bi uraian ini, o salik, jangan sekali-kali engkau bertanya soal manfaat dan kegunaan. sebab, jelas pada paham ini bahwa barang siapa yang di dalam perjalanannya telah sampai kepada al-haqq maka dia akan kehilangan keakuannya yang kerdil dan sempit. itu berarti, dia tidak akan berbicara tentang manfaat, keuntungan, kenikmatan, kelezatan dan kemuliaan menurut akal pikiran dan hasrat hatinya. artinya, dia yang telah sampai akan berada pada tingkatan tertinggi dari kepasrahan kepada-Nya. wama tasya’uma illa an yasya-a Allahu rabbu al-alamin”” /QS al-taqwir 8129 itulah penjelasan sang guru sunan kejenar mengenai tarekat dan perjalan yang beliau capai hingga puncaknya dan juga hasil diskusi para guru yang memang benar-benar telah merasakan benar akan arti kebenaran itu sendiri. Hussein Ibn Mansyur Al Hallaj Abad ketiga hijriyah merupakan abad yang paling monumental dalam sejarah teologi dan tasawuf. Lantaran, pada abad itu cahaya Sufi benar-benar bersinar terang. Para Sufi seperti Sari as-Saqathy, Al-Harits al-Muhasiby, Ma’ruf al-Karkhy, Abul Qasim al-Junaid al-Baghdady, Sahl bin Abdullah at-Tustary, Ibrahim al-Khawwash, Al-Husain bin Manshur al-Hallaj, Abu Bakr asy-Syibly dan ratusan Sufi lainya. Di tengah pergolakan intelektual, filsafat, politik dan peradaban Islam ketika itu, tiba-tiba muncul sosok agung yang dinilai sangat kontroversial oleh kalangan fuqaha’, politisi dan kalangan Islam formal ketika itu. Bahkan sebagian kaum Sufi pun ada yang kontra. Yaitu sosok Al-Husain bin Mansur Al-Hallaj. Sosok yang kelak berpengaruh dalam peradaban teosofia Islam, sekaligus menjadi watak misterius dalam sejarah Tasawuf Islam. Nama lengkapnya adalah al-Husain bin Mansur, populer dipanggil dengan Abul Mughits, berasal dari penduduk Baidha’ Persia, lalu berkembang dewasa di Wasith dan Irak. Menurut catatan As-Sulamy, Al-Hallaj pernah berguru pada Al-Junaid al-Baghdady, Abul Husain an-Nury, Amr al-Makky, Abu Bakr al-Fuwathy dan guru-guru lainnya. Walau pun ia ditolak oleh sejumlah Sufi, namun ia diterima oleh para Sufi besar lainnya seperti Abul Abbad bin Atha’, Abu Abdullah Muhammad Khafif, Abul Qasim Al-Junaid, Ibrahim Nashru Abadzy. Mereka memuji dan membenarkan Al-Hallaj, bahkan mereka banyak mengisahkan dan memasukkannya sebagai golongan ahli hakikat. Bahkan Muhammad bin Khafif berkomentar, “Al-Husain bin Manshur adalah seorang a’lim Rabbany.” Pada akhir hayatnya yang dramatis, Al-Hallaj dibunuh oleh penguasa dzalim ketika itu, di dekat gerbang Ath-Thaq, pada hari Selasa di bulan Dzul Qa’dah tahun 309 H. Kelak pada perkembangannya, teori-teori Tasawuf yang diungkapkan oleh Al-Hallaj, berkembang lebih jauh, seperti yang dilakukan oleh Ibnu Araby, Al-Jiily, Ibnu Athaillah as-Sakandary, bahkan gurunya sendiri Al-Junaid punya Risalah semacam Surat-surat Sufi yang pandangan utuhnya sangat mirip dengan Al-Hallaj. Sayang Risalah tersebut tidak terpublikasi luas, sehingga, misalnya mazhab Sufi Al-Junaid tidak difahami secara komprehensif pula. Menurut Prof Dr. KH Said Aqiel Sirraj, “Kalau orang membaca Rasailul Junaid, pasti orang akan faham tentang pandangan Al-Hallaj.” Pandangan Al-Hallaj banyak dikafirkan oleh para Fuqaha’ yang biasanya hanya bicara soal halal dan haram. Sementara beberapa kalangan juga menilai, kesalahan Al-Hallaj, karena ia telah membuka rahasia Tuhan, yang seharusnya ditutupi. Kalimatnya yang sangat terkenal hingga saat ini, adalah “Ana al-Haq”, yang berarti, “Akulah Allah”. Tentu, pandangan demikian menjadi heboh. Apalagi jika ungkapan tersebut dipahami secara sepintas belaka, atau bahkan tidak dipahami sama sekali. Para teolog, khususnya Ibnu Taymiyah tentu mengkafirkan Al-Hallaj, dan termasuk juga mengkafirkan Ibnu Araby, dengan tuduhan keduanya adalah penganut Wahdatul Wujud atau pantheisme. Padahal dalam seluruh pandangan Al-Hallaj tak satu pun kata atau kalimat yang menggunakan Wahdatul Wujud kesatuan wujud antara hamba dengan Khaliq. Wahdatul Wujud atau yang disebut pantheisme hanyalah penafsiran keliru secara filosufis atas wacana-wacana Al-Hallaj. Bahkan yang lebih benar adalah Wahdatusy Syuhud Kesatuan Penyaksian. Sebab yang manunggal itu adalah penyaksiannya, bukan DzatNya dengan dzat pengkritik yang kontra Al-Hallaj, menurut Kiai Abdul Ghafur, Sufi kontemporer dewasa ini, melihat hakikat hanya dari luar saja. Sedangkan Al-Hallaj melihatnya dari dalam. Sebagaimana Al-Ghazali melihat sebuah bangunan dari dalam dan dari luar, lalu menjelaskan isi dan bentuk bangunan itu kepada publik, sementara Ibnu Rusydi melihat bangunan hanya bentuk luarnya saja, dan menjelaskannya kepada publik pula. Tentu jauh berbeda kesimpulan Al-Ghazali dan Ibnu Rusydi. Setidak-tidaknya ada tiga keleompk besar dari kalangan Ulama, baik fuqaha’ maupun Sufi terhadap pandangan-pandangan Al-Hallaj ini. Mereka ada yang langsung kontra dan mengkafirkan; ada pula yang secara moderat tidak berkomentar; dan ada yang langsung menerima dan mendukungnya. Salah Satu syair yg kontroversi dri Al Hallaj Aku adalah Dia yang kucinta dan Dia yang kucinta adalah aku Kami adalah dua jiwa yang bertempat dalam satu tubuh. Jika engkau lihat aku, engkau lihat Dia, dan jika engkau lihat Dia, engkau lihat aku Maha suci zat yang sifat kemanusiaan-Nya, membukakan rahasia cahaya ketuhanan-Nya yang gemilang. Kemudian kelihatan baginya mahluk-Nya, dengan nyata dalam bentuk manusia yang makan dan minum Jiwa-Mu disatukan dengan jiwaku, sebagaimana anggur disatukan dengan air murni. Jika sesuatu menyentuh Engkau, ia meyentuhku pula, dan ketika itu dalam tiap hal Engkau adalah aku. Aku adalah rahasia Yang Maha Benar, dan bukanlah Yang Maha Benar itu aku Aku hanya satu dari yang benar, maka bedakanlah antara kami Sebelumnya tidak mendahului-Nya, setelah tidak menyela-Nya, daripada tidak bersaing dengan Dia dalam hal keterdahuluan, dari tidak sesuai dengan Dia, ketidak menyatu dengan dia, Dia tidak mendiami Dia, kala tidak menghentikan Dia, jika tidak berunding dengan Dia, atas tidak membayangi Dia,dibawah tidak menyangga Dia, sebaliknya tidak menghadapi-Nya, dengan tidak menekan Dia, dibalik tidak mengikat Dia, didepan tidak membatasi Dia, terdahulu tidak memameri Dia, dibelakang tidak membuat Dia luruh, semua tidak menyatukan Dia, ada tidak memunculkan Dia, tidak ada tidak membuat Dia lenyap, penyembunyian tidak menyelubungi Dia, pra-eksistensi-Nya mendahului waktu, adanya Dia mendahului yang belum ada, kekalahan-Nya mendahului adanya batas. Di dalam kemuliaan tiada aku, atau Engkau atau kita, Aku, Kita, Engkau dan Dia seluruhnya menyatu Syeikh Siti Jenar Syekh Siti Jenar juga dikenal dalam banyak nama lain, antara lain Sitiburit, Lemahbang, dan Lemah Abang adalah seorang tokoh yang dianggap Sufi dan juga salah satu penyebar agama Islam di Pulau Jawa. Tidak ada yang mengetahui secara pasti asal-usulnya. Di masyarakat terdapat banyak varian cerita mengenai asal-usul Syekh Siti Jenar. Sebagian umat Islam menganggapnya sesat karena ajarannya yang terkenal, yaitu Manunggaling Kawula Gusti. Akan tetapi sebagian yang lain menganggap bahwa Syekh Siti Jenar adalah intelektual yang sudah mendapatkan esensi Islam itu sendiri. Ajaran – ajarannya tertuang dalam pupuh, yaitu karya sastra yang dibuatnya. Meskipun demikian, ajaran yang sangat mulia dari Syekh Siti Jenar adalah budi pekerti. Syekh Siti Jenar mengembangkan ajaran cara hidup sufi yang dinilai bertentangan dengan ajaran Walisongo. Pertentangan praktek sufi Syekh Siti Jenar dengan Walisongo terletak pada penekanan aspek formal ketentuan syariah yang dilakukan oleh Walisongo. Ajaran Syekh Siti Jenar yang paling kontroversial terkait dengan konsepnya tentang hidup dan mati, Tuhan dan kebebasan, serta tempat berlakunya syariat tersebut. Syekh Siti Jenar memandang bahwa kehidupan manusia di dunia ini disebut sebagai kematian. Sebaliknya, yaitu apa yang disebut umum sebagai kematian justru disebut sebagai awal dari kehidupan yang hakiki dan abadi Dan menurut ulama pada masa itu yang memahami inti ajaran Siti Jenar bahwa manusia di dunia ini tidak harus memenuhi rukun Islam yang lima, yaitu syahadat, salat, puasa, zakat dan haji. Baginya, syariah itu baru berlaku sesudah manusia menjalani kehidupan paska kematian. Syekh Siti Jenar juga berpendapat bahwa Allah itu ada dalam dirinya, yaitu di dalam budi. Pemahaman inilah yang dipropagandakan oleh para ulama pada masa itu. Mirip dengan konsep Al-Hallaj tokoh sufi Islam yang dihukum mati pada awal sejarah perkembangan Islam sekitar abad ke-9 Masehi tentang Hulul yang berkaitan dengan kesamaan sifat manusia dan Tuhan. Dimana Pemahaman ketauhidan harus dilewati melalui 4 tahapan ; 1. Syariat dengan menjalankan hukum-hukum agama spt salat, zakat dll; 2. Tarekat, dengan melakukan amalan-amalan spt wirid, dzikir dalam waktu dan hitungan tertentu; 3. Hakekat, dimana hakekat dari manusia dan kesejatian hidup akan ditemukan; dan 4. Ma’rifat, kecintaan kepada Allah dengan makna seluas-luasnya. Bukan berarti bahwa setelah memasuki tahapan-tahapan tersebut maka tahapan dibawahnya ditiadakan. Pemahaman inilah yang kurang bisa dimengerti oleh para ulama pada masa itu tentang ilmu tasawuf yang disampaikan oleh Syekh Siti Jenar. Ilmu yang baru bisa dipahami setelah melewati ratusan tahun pasca wafatnya sang Syekh. Para ulama mengkhawatirkan adanya kesalahpahaman dalam menerima ajaran yang disampaikan oleh Syekh Siti Jenar kepada masyarakat awam dimana pada masa itu ajaran Islam yang harus disampaikan adalah pada tingkatan syariat’. Sedangkan ajaran Siti Jenar sudah memasuki tahap hakekat’ dan bahkan ma’rifat’kepada Allah kecintaan dan pengetahuan yang mendalam kepada ALLAH. Oleh karenanya, ajaran yang disampaikan oleh Siti Jenar hanya dapat dibendung dengan kata SESAT’. Dalam pupuhnya, Syekh Siti Jenar merasa malu apabila harus berdebat masalah agama. Alasannya sederhana, yaitu dalam agama apapun, setiap pemeluk sebenarnya menyembah zat Yang Maha Kuasa. Hanya saja masing – masing menyembah dengan menyebut nama yang berbeda – beda dan menjalankan ajaran dengan cara yang belum tentu sama. Oleh karena itu, masing – masing pemeluk tidak perlu saling berdebat untuk mendapat pengakuan bahwa agamanya yang paling benar. Syekh Siti Jenar juga mengajarkan agar seseorang dapat lebih mengutamakan prinsip ikhlas dalam menjalankan ibadah. Orang yang beribadah dengan mengharapkan surga atau pahala berarti belum bisa disebut ikhlas. Dan dalam ajarannya, Manunggaling Kawula Gusti’ adalah bahwa di dalam diri manusia terdapat ruh yang berasal dari ruh Tuhan sesuai dengan ayat Al Qur’an yang menerangkan tentang penciptaan manusia “Ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat “Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah. Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh Ku; maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya Shaad; 71-72”>. Dengan demikian ruh manusia akan menyatu dengan ruh Tuhan dikala penyembahan terhadap Tuhan terjadi. Perbedaan penafsiran ayat Al Qur’an dari para murid Syekh Siti inilah yang menimbulkan polemik bahwa di dalam tubuh manusia bersemayam ruh Tuhan, yaitu polemik paham Manunggaling Kawula Gusti’. Terdapat kisah yang menyebutkan bahwa ketika jenazah Siti Jenar disemayamkan di Masjid Demak, menjelang salat Isya, semerbak beribu bunga dan cahaya kilau kemilau memancar dari jenazah Siti Jenar. Jenazah Siti Jenar sendiri dikuburkan di bawah Masjid Demak oleh para wali. Pendapat lain mengatakan, ia dimakamkan di Masjid Mantingan, Jepara, dengan nama lain. Setelah tersiar kabar kematian Syekh Siti Jenar, banyak muridnya yang mengikuti jejak gurunya untuk menuju kehidupan yang hakiki. Di antaranya yang terceritakan adalah Kiai Lonthang dari Semarang Ki Kebo Kenanga dan Ki Ageng Tingkir. Hamzah Al Fansuri Namanya adalah Hamzah al-Fansuri. Berdasarkan kata fansur yang menempel pada namanya ini dapat diketahui bahwa ia berasal dari Fansur sebutan orang Arab terhadap Bandar Barus yang banyak menghasilkan kapur barus yang sekarang merupakan sebuah kota kecil di pantai barat Sumatra Utara yang terletak antara Sibolga dan Singkel Aceh. Mengenai bahwa dia berasal dari barus ini disebutnya beberapa kali dalam kitabnya “Syair Jawi”. Di bidang keilmuan Syeikh telah mempelajari penulisan risalah tasawuf atau keagamaan yang demikian sistematis dan bersifat ilmiah. Sebelum karya-karya Syeikh muncul, masyarakat muslim Melayu mempelajari masalah-masalah agama, tasawuf dan sastra melalui kitab-kitab yang ditulis di dalam bahasa Arab atau Persia. Di bidang sastra Syeikh mempelopori pula penulisan puisi-puisi filosofis dan mistis bercorak Islam, kedalaman kandungan puisi-puisinya sukar ditandingi oleh penyair lan yang sezaman ataupun sesudahnya. Penulis-penulis Melayu abad ke-17 dan 18 kebanyakan berada di bawah bayang-bayang kegeniusan dan kepiawaian Syeikh Hamzah Fansuri. Di bidang kesusastraan pula Syeikh Hamzah Fansuri adalah orang pertama yang memperkenalkan syair, puisi empat baris dengan skema sajak akhir a-a-a-a syair sebagai suatu bentuk pengucapan sastra seperti halnya pantung sangat populer dan digemari oleh para penulis sampai pada abad ke-20. Namun karena ajaran dan pemahaman filosofis beliau yang menganut Thariqah Qadiriyah yang berpaham wujudiah, beliau dan pengikutnya d anggp sesat oleh Syeikh Nuruddin Ar Raniri dan slruh pngkut dan karya2’a pun banyak di bakar habis oleh sultan-sultan. Sesungguhnya k 3 ulama sufi berbeda zaman itu punya banyak persamaan, yaitu rasa kecintaan yang teramat dalam kepada sang khalik, sehingga ajaran-ajaran beliau sungguh sangat sulit untuk di mengerti oleh mansia yang tingkat spiritualnya belum terlalu tinggi, sebagaimana dalam mencari tuhan itu perlu bimbingan dan pengtahuan yang lebih, Dimana Pemahaman ketauhidan harus dilewati melalui 4 tahapan ; 1. Syariat dengan menjalankan hukum-hukum agama spt salat, zakat dll; 2. Tarekat, dengan melakukan amalan-amalan spt wirid, dzikir dalam waktu dan hitungan tertentu; 3. Hakekat, dimana hakekat dari manusia dan kesejatian hidup akan ditemukan; dan 4. Ma’rifat, kecintaan kepada Allah dengan makna seluas-luasnya. Maka k 3 ulama tersebut telah mencapai tingkat hakekat bahkan ma’rifat, sedang kan kita manusia lainnya masih dalam tingkatan yang pertama yaitu Syariat. Ttpi d blik kmatian k 3 ulma sufi trsbt trsmpn unsr2 politik, d mn Al Hallaz yg d anggap sultan dpt mracuni pmkiran2 kaum muda, pdhl ktika itu sultan mrsa sngt tkot akan gejolak2 serta tknan trhdp pmrithan’a, begitu juga dengan syeikh siti jenar yang Dalam benak khalayak ramai, Siti Jenar dikenang sebagai patron wong cilik. Garis besar kisah hidupnya menggaris bawahi keterkaitan organisnya dengan lapis terendah masyarakat. Dalam versi kisahnya yang paling tersebar luas, Siti Jenar diceritakan sebagai seekor cacing tanah yang secara ajaib berubah menjadi manusia. Pengubahan ini terjadi karena sang cacing secara kebetulan menerima pengetahuan esoteris yang mengantarnya menuju Hakikat Sejati. Sekali menjadi manusia, dia yang semula cacing ini kemudian berani untuk membuka tabir Pengetahuan Makrifat ini kepada khalayak ramai. Barangkali anggapan bahwa penyampaian pengetahuan semacam itu akan dapat mengubah martabat “cacing-cacing” yang lain adalah kecemasan elite spiritual-politik di ibu negeri Demak. Namun sesungguh’a k 3 Ulama Sufi tersebut mempunyai karomah, penuh kontroversi, bagi para pengikut mereka adalah benar, dan tidak banyak juga yang mengecam dan mengatakan mereka “kafir” Note Catatan ini tanpa ada maksud apa-apa, hanya sebagai renungan bahwa dari segi agama pun terdapat perbedaan yang sudah ada dari zaman-zaman dahulu, hanya sekarang kita sebagai insan biasa yang harus bersikap dan menanggapi secara positif agar tidak terjerumus ke lembah kekafiran dan murtad. Wallahu alam Bissawab,,,
Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Organized by Academy of Contemporary Islamic Studies ACIS, Universiti Teknologi MARA, Melaka, Malaysia in Collaboration with Research, Industry, Community & Alumni Networking Division, Universiti Teknologi MARA Melaka PROCEEDING 4TH INTERNATIONAL ISLAMIC HERITAGE CONFERENCE 2021 ISHEC ’21 “ISLAMIC HERITAGE STRENGTHENING THE KNOWLEDGE, EMPOWERING THE ACHIEVEMENT” Organized by Academy of Contemporary Islamic Studies ACIS, Universiti Teknologi MARA, Melaka, Malaysia in Collaboration with Research, Industry, Community & Alumni Networking Division, Universiti Teknologi MARA Melaka Copyright Page e-Proceedings of International Islamic Heritage Conference 2021 IsHeC 2102 September 2021Academy of Contemporary Islamic Studies ACIS,Universiti Teknologi MARA, Melaka, MalaysiaThe editorial board would like to express their heartfelt appreciation for the contributions made by the authors, co-authors and all who were involved in the publication of this e-proceedings. Published by Academy of Contemporary Islamic Studies ACIS Universiti Teknologi MARA, Melaka, Malaysia Published date 23 August 2021 Copyright © 2021, Academy of Contemporary Islamic Studies ACIS, Universiti Teknologi MARA, Melaka Branch e-ISBN 978-967-2846-07-9All rights reserved. No part of this publication may be reproduced, copied, stored, distributed, or transmitted in any form or by any means, including photocopying, recording, digital scanning, or other electronic or mechanical methods without prior written permission from the publisher. The views, opinions, and technical recommendations expressed by the contributor and authors are entirely their own and do not necessarily reflect the views of the editors, the publisher and the university. INTERNATIONAL ISLAMIC HERITAGE CONFERENCE 2021 EDITORIAL BOARD Patron Y. Bhg. Prof. Dr Abd Halim Mohd Noor Advisor 1 Prof. Ts Dr Shafinar Ismail Advisor II Prof. Madya Dr S Salahudin Suyurno Chairman Dr Mohd Zaid Mustafar Deputy Chairman Mr Mohd Khairul Nizam Mohd Aziz Chief of Publication Dr Khairul Azhar Meerangani Dr Izzah Nur Aida Zur Raffar Dr Asma Wardah Surtahman Editors Dr Khairul Azhar Meerangani Dr Mohammad Fahmi Abdul Hamid Mr Abdul Qayuum Abdul Razak RECTOR’S NOTES Prof. Dr. Abd Halim Mohd Noor CHAIRMAN’S PREFACE Dr Mohd Zaid Mustafar KEYNOTE 1 PENDIDIKAN BERTERASKAN ULUL ALBAB DALAM MEMBANGUN GENERASI MUSLIM YANG CEMERLANG, BERPENGETAHUAN DAN BERAKHLAK Prof. Dato’ Dr. Ab. Halim bin Tamuri KEYNOTE 2 KOMUNIKASI PENGETAHUAN DAN KEBUDAYAAN DI ANTARA MAGHREB DAN NUSANTARA DARI SUDUT SEJARAH Syeikh Dr Khalid Zahri & Dr Ahmad Arif Zulkefli KEYNOTE 3 ISLAMIC HERITAGE AND CIVILIZATIONAL REFORM CONNECTING THE BROKEN AND RAISING THE VANISHED Prof Dr Mohd Zaid Ahmad PENERIMAAN MASYARAKAT MUSLIM TERHADAP KEPIMPINAN NON MUSLIM DI MALAYSIA Khairul Azhar Meerangani, Mohd Zahimie Mohd Dzahid, Muhammad Dzarif Ahmad Zahidi, Ahmad Nurilakmal Norbit & Mohd Farhan Md Ariffin WAQF-BASED AND OTHER SOCIAL-BASED HEALTHCARE IN MALAYSIA A CONCEPTUAL COMPARISON Raja Aishah Raja Adnan, Mahazan Abdul MutalibTaib & Muhammad Ridhwan Ab. Aziz MODEL MUZIUM PATUH SYARIAH DI MALAYSIA SATU PENGENALAN Siti Maimunah Kahal, Hajar Opir, Rahimin Affandi Abdul Rahim, Amiratul Munirah Yahaya & Nor Diyanah Zafri A SHARIAH OVERVIEW OF CREDIT STRENGTHENING FOR EQUITY-BASED SUKUK IN THE ISLAMIC CAPITAL MARKET IN MALAYSIA Dziauddin Sharif & Mohd Asyadi Redzuan UNDERSTANDING OF PRAGMATISM AND ISLAMIC PERSPECTIVE A CASE STUDY OF UNIVERSITY KUALA LUMPUR STUDENTS Sakinah Munarwarrah Hashim PERANAN KAEDAH-KAEDAH FIQHIYYAH SEBAGAI ELEMEN ISTIDLAL DALAM ISU DARURAH Ahmad Murshidi Mustapha & Noraini Junoh ANALYSIS OF HACCP IMPLEMENTATION IN THE MALAYSIAN HALAL INDUSTRY Muhammad Raziq Ramzi & Azri Bhari INTEGRATED EDUCATION IN KERALA THE PIONEERING ROLE OF SAYYED ISMAIL SHIHABUDDIN POOKKOYA THANGAL OF PANOOR 1936-2010 Mohd. Noh Abdul Jalil & Sayyed Mohamed Muhsin INTERNATIONALISATION OF THE ISLAMIC THOUGHT THE CONTRIBUTIONS OF SAYYED ISMAIL 1936-2010 Sayyed Mohamed Muhsin & Mohd. Noh Abdul Jalil CURATION CONTENTS AS A CORE COMPETENCY IN MOOC LEARNING AMONG STUDENTS USING ENGAGEMENT THEORY FRAMEWORK Nik Rozilaini Wan Mohamed & Dziauddin Sharif ANALYSIS THE IMPLEMENTATION OF THE HALAL LOGO IN THE FOOD INDUSTRY IN MALAYSIA Nur Afini Abu Bakar & Azri Bhari DILEMA PENDIDIKAN KANAK-KANAK ROHINGYA DI MALAYSIA SATU TINJAUAN AWAL Aida Zahirah Samsudin & Napisah Karimah Ismail TINJAUAN KEKANGAN DAN PENDEKATAN BAGI PEMANTAPAN AKIDAH ISLAMIYAH UMMAH MASA KINI Zanirah MustafaBusu, Nur Syazana Adam, Hasnah Atikah Hassan Shukri & Noraini Junoh KEFAHAMAN DAN KESEDARAN TUNTUTAN KEATAS ZAKAT EMAS DI KALANGAN WANITA ANALISIS DALAM KOMUNITI WANITA DI DUNGUN, TERENGGANU Muhamad Anas Ibrahim, Aemy Aziz, Nurul Ilyana Muhd Adnan, Muhammad Saiful Islam Ismail & Syaimak Ismail PEMBANGUNAN MINDA REMAJA MENURUT PERSPEKTIF ULWAN TINJAUAN TERHADAP AMALAN KELUARGA DI PUTRAJAYA Izzah Nur Aida Zur Raffar, Hamidah Jalani, Nang Naemah Nik Dahalan, Nor Adina Abdul Kadir, Sarah Dina Mohd Adnan & Mariam Farhana Md Nasir MEKANISME AGIHAN ZAKAT MAIK KEPADA GOLONGAN ASNAF DAN MISKIN DI NEGERI KELANTAN Muhamad Anas Bin Ibrahim, Aemy Aziz, Nurul Ilyana Muhd Adnan, Muhammad Saiful Islam Ismail & Syaimak Ismail ANALYSIS OF COMMUNITY UNDERSTANDING OF ISLAMIC INHERITANCE MANAGEMENT INSTITUTIONS IN MALAYSIA Khairul Anam Naqiuddin Muhamad & Azri Bhari PERWALIAN MENURUT PERSPEKTIF FIQH SATU PERBINCANGAN KONSEPTUAL Atiqah Hazman, Norhidayah Pauzi & Bahiyah Ahmad ANALYSIS ABOUT MANAGEMENT OF SADAQAH FUND AT MOSQUES IN SHAH ALAM Hikmah Abd Rahim, Azri Bhari & Mohd Ashrof Zaki Yaakob DIALOG ANTARA AGAMA SEBAGAI SATU PENDEKATAN DAKWAH MASYARAKAT MAJMUK Aemy Elyani Mat Zain & Jaffary Awang THE CONCEPT OF AR RIJAL QAWWAMUN ALA AN-NISA' IN COMBATING DOMESTIC VIOLENCE DURING COVID-19 PANDEMIC IN MALAYSIA Farah Safura Muhammud & Fatin Nur Majdina Nordin PENERIMAAN USAHAWAN KECIL MUSLIM DI KELANTAN TERHADAP AR-RAHNU ANALISIS DARI PERSPEKTIF FAKTOR PROMOSI Salimah Yahaya & Hainnur Aqma Rahim PEMIKIRAN AKIDAH MUHAMMAD BIN KHALIL AL-SAKUNI Ahmad Arif Zulkefli, Muhammad Hafizi Rozali, Khairul Azhar Meerangani & Mohammad Fahmi Abdul Hamid ANALISIS KEPUTUSAN MUZAKARAH MAJLIS KEBANGSAAN BAGI HAL EHWAL UGAMA ISLAM MALAYSIA MKI BERKAITAN COVID-19 DI MALAYSIA Azri Bhari & Mohd Hapiz Mahaiyadin ISU MUD AJWA’ DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PENGAMALAN KEWANGAN ISLAM SEMASA SOROTAN LITERATUR Mohd Asyadi Redzuan, Dziauddin Sharif & Mohamed Fairooz Abdul Khir SEMAKAN ARAH KIBLAT MASJID-MASJID WARISAN KAJIAN DI NEGERI MELAKA Mohd Razlan Ahmad, Radzuan Nordin & Nor Nazmi Razali PERANAN KOMPLEKS FALAK AL-KHAWARIZMI, MELAKA DALAM PELANCONGAN ASTRONOMI DI MALAYSIA Mohd Razlan Ahmad, Nur Nafhatun Shariff, Nor Nazmi Razali, Mohd Takiyuddin Ibrahim & Mohd Paidi Norman KEBERKESANAN AGIHAN ZAKAT TERHADAP ASNAF FISABILILLAH DI NEGERI KELANTAN Wan Siti Zahratul Wahdah Wan Azlan & Noor Hasyimah Sulaiman PENERAPAN NILAI KEROHANIAN DALAM PERANCANGAN KERJAYA PELAJAR TVET Ahmad Rosli Mohd Nor, Mohammad Fahmi Abdul Hamid & Khairul Aizal Osman KELESTARIAN KEWANGAN SOSIAL GOLONGAN MISKIN RENTAN MELALUI MEKANISME i-CSR BERASASKAN QARD AL-HASAN. Norajila Che Man, Mohd Faizal P. Rameli, Wan Noor Hazlina Wan Jusoh & Nurul Hidayah Mansor PENGAMALAN ZIKIR DALAM MAJLIS ZIKIR TAREKAT AL-SYAZULIYAH AL-DARQAWIYAH DI NEGERI SEMBILAN Mohammad Fahmi Abdul Hamid, Ahmad Rosli Mohd Nor, Khairul Azhar Meerangani, Mohd Farhan Md Ariffin & Muhammad Taufiq Md Sharipp PANDANGAN PESERTA TENTANG PENCAPAIAN SELEPAS MENYERTAI PROGRAM REALITI TV AGAMA DI MALAYSIA Muhamad Faisal Ashaari & Nabil Ahmad JAWI PERANAKAN STATUS DAN PERANANNYA DALAM MEMBUDAYAKAN EKONOMI MELAYU Hamidah Jalani, Izzah Nur Aida Zur Raffar, Sarah Dina Mohd Adnan, Nor Adina Abdul Kadir, Nang Naemah Nik Dahalan & Mariam Farhana Md Nasir DIGITALISASI SISTEM PENGURUSAN ZAKAT DI MALAYSIA POTENSI DAN CABARAN Muhammad Taufik Md Sharipp, Khairul Azhar Meerangani, Muhammad Ikhlas Rosele, Mohammad Fahmi Abdul Hamid & Abdul Qayuum Abdul Razak SEJARAH PENULISAN KARYA JAWI DALAM BIDANG MUNAKAHAT SUATU TINJAUAN Muhammad Faidz Mohd Fadzil, Abdul Qayuum Abdul Razak, Muaz Hj Mohd Noor, Mohd Zaid Mustafar & Mohd Khairul Nizam Mohd Aziz TAHAP PENCAPAIAN PELAJAR DALAM PROGRAM PLUS TAHFIZ UiTM Muhammad Syukri Mohd Ashmir Wong, Mohammad Fahmi Abdul Hamid & Khairul Azhar Meerangani IDENTIFIKASI AL-HIND BERDASARKAN MU’JAM AL-BULDĀN OLEH AL-ḤAMAWĪ KAJIAN TERHADAP HURUF AL-QĀF DAN AL-KĀF Rusni Mohamad & Thuraya Ahmad KONSEP HIFZ AL-BI’AH DALAM PENGURUSAN RISIKO BENCANA ALAM SATU SOROTAN AWAL Muhammad Hilmi Mat Johar, Khairul Azhar Meerangani, S Salahudin Suyurno & Adam Badhrulhisham PENGHAYATAN NILAI ISLAM KE ARAH MEMPERKUKUH PRINSIP RUKUN NEGARA Noor Aziera Mohamad Rohana, Siti Nurul Izza Hashim, Nang Naemah Nik Dahalan, Abdul Qayuum Abdul Razak & Mohd Faizal A STUDY ON FACTORS OF FAKE NEWS SPREADING ON THE HALAL STATUS OF FOOD PRODUCTS IN MALAYSIA Shofiyyah Moidin, Nur Auni Syafiqah Ismail, Muhammad Syukri Mohd Ashmir Wong, Nur Hafizah Harun & Norazlina Mamat HALAL TRAINING ISSUES AND CHALLENGES FROM TRAINERS’ PERSPECTIVES IN HALAL PRODUCTS RESEARCH INSTITUTE HPRI Nur Hafizah Harun, Muhamad Amir Nur Hakim Haji Abdullah, Muhammad Syukri Mohd Ashmir Wong, Norazlina Mamat & Shofiyyah Moidin THE LEARNING CHALLENGES FACED BY UiTM STUDENTS IN COVID-19 POST PANDEMIC Mohamad Shafiei Ayub, Nor Adina Abdul Kadir, Nursyaidatul Kamar Md Shah & Mohd Farhan Abd Rahman TULISAN JAWI PELOPOR KEILMUAN DI ALAM MELAYU SATU KAJIAN AWAL Siti Nurul Izza Hashim & Roziah SidikMat Sidek FALSAFAH PASCA KOLONIALISME DI ALAM MELAYU DALAM SOROTAN Ahmad Farid Abd Jalal, Rahimin Affandi Abdul Rahim & Awang Azman Awang Pawi KETOKOHAN IBU ZAIN DALAM MEMPERKASA PENDIDIKAN DI KALANGAN WANITA MELAYU SUATU TINJAUAN RINGKAS Nang Naemah Nik Dahalan, Izzah Nur Aida Zul Raffar, Hamidah Jalani, Mariam Farhana Md Nasir, Nor Adina Abdul Kadir & Sarah Dina Mohd Adnan SOROTAN AWAL TERHADAP AMALAN PENGURUSAN HARTA PUSAKA DI BAITULMAL MAJLIS AGAMA ISLAM NEGERI MAIN Nor Azlina Abd Wahab & Mohd Zamro Muda ANALYSIS OF HISTORICAL CONTENT IN AL-KAMIL FI AL-TARIKH ACCORDING TO IBN AL-ATHIR Abdul Qayuum Abdul Razak, Norsaeidah Jamaludin, Khairul Azhar Meerangani, Muhammad Faidz Mohd Fadzil, Ijlal SajaMearaj & Noor Aziera Mohamad Rohana ANALISIS TINJAUAN LITERATUR SISTEMATIK SLR BERKAITAN PENENTU GELAGAT FILANTROPI Mohd Khairul Nizam Mohd Aziz, Mohd Zaid Mustafar, Abdul Qayuum Abdul Razak, Muhammad Faidz Mohd Fadzil & Muaz Mohd Noor SUMBANGAN INTELEKTUAL IBNU MAJID 1432M-1507M DALAM GEOGRAFI PELAYARAN DI PESISIRAN AFRIKA TIMUR KAJIAN TERHADAP KARYA-KARYANYA TERPILIH Asma Wardah Surtahman & Misri Abdul Muchsin HUBUNGAN SISTEM ADAT NANING DENGAN ISLAM DARI ASPEK SEJARAH KEBUDAYAAN Luqman Nulhakim Harzamar & Muhammad Hirzan Razali AMALAN KREATIVITI RASULULLAH SAW DALAM PENDIDIKAN ISLAM BERDASARKAN ANALISIS HADIS DAN SIRAH NABAWIYAH Tengku Nor Husna Tengku Jamil, Gazilah Mohd Isa, Nurul Qudwatun Nisa’ Mohd Zamberi, Muhammad Arif Syahin Mohd Diah & Muhammad Zulfadhli Rosli KORELASI ANTARA GELAGAT FILANTROFI DENGAN TAHAP KEDERMAWANAN MUSLIM SEMASA PANDEMIK COVID-19 Muaz Mohd Noor, Muhammad Taufik Md Sharipp, Mohd Zaid Mustafar, Muhammad Faidz Mohd Fadzil, S Salahudin Suyurno & Mohd Khairul Nizam Abd Aziz KOMIK MELAYU ANALISIS DAKWAH DAN NILAI MURNI MENERUSI KARYA REJABHAD “TAN TIN TUN” Fazlina Mohd Radzi, Liza Marziana Mohammad Noh, Haslinda Abd Razak, Shaliza Dasuki & Nor Arseha Karimon HALAL AWARENESS EFFECT ON MALAYSIAN MUSLIMS’ INTENTION TO VISIT HOMESTAYS IN SABAH, MALAYSIA THE MODERATING ROLE OF GENDER Azrin Jalasi & Sylvia Nabila Azwa Ambad PERSEPSI PELAJAR TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA ARAB BERASASKAN PERMAINAN MELALUI PERANTI MUDAH ALIH Mohd Nabil Zulhemay, Nurul Asma Mazlan & Mohamad Farham Mat Husin EXPLORING THE MALAYSIAN LAW ON HALAL IMPORTED PRODUCTS Yuhanza Othman, Mimi Sofiah Ahmad Mustafa, Zuhairah Hasan & Mohair Nizam Johari INISIATIF BANTUAN MAKANAN DALAM MENANGANI KETIDAKSELAMATAN MAKANAN AKIBAT PANDEMIK COVID-19 OLEH MAJLIS AGAMA ISLAM NEGERI MAIN DAN INSTITUSI ZAKAT Noorfazreen Mohd Aris, Norizah MohamedHaji Daud & Sharipah Amirah Abas IMPAK PANDEMIK COVID-19 DAN CABARAN DALAM KELANGSUNGAN TAMADUN DI MALAYSIA KAJIAN MELALUI LAPORAN MEDIA MASSA Mariam Farhana Md Nasir, Nang Naemah Nik Dahalan, Hamidah Jalani, Izzah Nur Aida Zurrafar, Nor Adina Abdul Kadir & Sarah Dina Mohd Adnan PERBANDINGAN TAFSIR AL-MISBAH DAN TAFSIR IBNU KATHIR AL-HUJURAT AYAT 6 TABAYYUN DALAM MEDIA SOSIAL Mohd Nothman Mohd Nor, Muhamad Wazir Muslat, Ainan Salsabila Mohamad Shukry, Fatimah Az-Zahrah Mohd Razali, Nurul Amani Ahmad Hasni & Nur Athirah Abdul Wahab CONCEPTUALIZING SHARIAH INTERNAL AUDIT’S OBJECTIVES AND EFFECTIVENESS WITHIN CORPORATE GOVERNANCE A PRELIMINARY STUDY Noor Fadhzana Mohd Noor & Noor Affendi Ismail PELAKSANAAN WAKAF KESIHATAN OLEH MAJLIS AGAMA ISLAM NEGERI MAIN Norizah MohamedHaji Daud & Noorfazreen Mohd Aris PENGARUH PENDAPATAN TERHADAP PENGLIBATAN MUSLIM DALAM FILANTROPI KETIKA KESUKARAN PANDEMIK COVID-19¬ Mohd Zaid Mustafar, Mohd Khairul Nizam Mohd Aziz, Khairul Azhar Meerangani, Muhammad Faidz Mohd Fadzil & Muaz Mohd Noor TEODISI MENURUT IMAM AL-GHAZALI W. 1111M Nurhanisah Senin & Mustafa Kamal Amat Misra ANALISIS FAKTOR PENEROKAAN DAN KORELASI ANTARA MANHAJ RABBĀNIYY DENGAN KREDIBILITI KOMUNIKATOR ISLAM S Salahudin Suyurno, Muhammad Taufik Md Sharipp, Abdul Rauf Ridzuan, Zulkefli Hj Aini, Khairul Azhar Meerangani & Mohammad Fahmi Abdul Hamid HEALTH COMMUNICATION THROUGH SOCIAL MEDIA SITES IN COMBATING NON-COMMUNICABLE DISEASE NCDs AND IMPROVEMENT OF WELL-BEING IN MALAYSIA Aini Faezah Ramlan, Abdul Rauf Hj Ridzuan, S Salahudin Suyurno, Rosilawati Sultan Mohideen & Ilya Yasnorizar Ilyas PENERIMAAN PELAJAR TERHADAP KURSUS PENGHAYATAN ETIKA DAN PERADABAN DI UNIVERSITI TEKNOLOGI MARA, CAWANGAN PULAU PINANG Emie Sylviana Mohd Zahid & Nurfahiratul Azlina Ahmad KEPERLUAN ELEMEN AL-SARF AL-WAZIFIYY DALAM PENGAJARAN ASAS BAHASA ARAB Muhammad Daoh, Sri Andayani Mahdi Yusuf, Naqibah Mansor, Abdul Muqsith Ahmad, Mohd Nothman Muhamad Nor & Rabi'atul Aribah Muhamad Isa KESAN COVID-19 PADA DUNIA PELABURAN SAHAM Nurfahiratul Azlina Ahmad & Emie Sylviana Mohd Zahid ELEMEN PENCIPTAAN DALAM PANDANGAN KOSMOLOGI IMAM AL-GHAZALI Nurhanisah Senin i RECTOR’S NOTES The respected Executive Committee, The Top Management of UiTM Cawangan Melaka, collaborating partners, generous sponsors, distinguished participants, dedicated committee members, ladies, and gentlemen. First and foremost, I would like to express my utmost gratitude to Allah SWT because with His blessings, we have successfully organized the INTERNATIONAL ISLAMIC HERITAGE CONFERENCE ISHEC 2021 with the theme “Islamic Heritage Strengthening the Knowledge, Empower the Achievement”. This is the fourth time the conference has been held since 2015. Congratulation to all committee members for their hard works and dedications. With the COVID-19 is still around the corner and affected people worldwide, the spirit of producing inventions and innovations that are beneficial for society is still ongoing. This is in line with the saying of Prophet Muhammad SAW – “seeking for knowledge is compulsory for every Muslim”. We are obliged to seek knowledge regardless the circumstances and situation we are having. With this spirit and obligation, ISHEC 2021 comes into the picture. Although this event could not be organized in the conventional face-to-face approach, we have adapted and embraced these changes to remain competitive and relevant to the academic world. ISHEC 2021 provides a platform for academicians, researchers, and postgraduate students to generate creative and innovative ideas. ISHEC 2021 has focused on various contemporary sub-themes from different fields of Islamic studies. This situation has given the opportunity for the researchers to explore new insight in the area of Shariah and Jurisprudence, Islamic Economic and Finances, Aqidah and Islamic Thought, Da’wah and Communication, Education and Civilization, as well as Science & Technology. This is aligned with the Industrial Revolution IR to produce creative, data literate and critical scholars from various fields. Thus, this conference provides an opportunity for the scholars to share their knowledge and experiences. I believe the efforts shown by the committee members, collaborating universities and participants will have a significant impact on the socio-economic development of the global community in developing new ideas and methods successfully. I hope this conference would build research interests and networking while creating and presenting new ideas and innovations. Finally, I would like to congratulate the countless efforts and teamwork spirit once again from all parties, especially those who have made this event successful. Hopefully, this little effort of ours will be rewarded by Allah, In Shaa Allah. Thank you. Stay safe Prof. Dr. Abd Halim Mohd Noor, Exercising the functions of the Rector UiTM Cawangan Melaka ii CHAIRMAN’S PREFACE The respected Executive Committee, The Top Management of UiTM Cawangan Melaka, collaborating partners, generous sponsors, distinguished participants, dedicated committee members, ladies, and gentlemen. Praise to Allah with His blessings and grace, the Academy of Contemporary Islamic Studies is able to organize a 4th conference on Islamic Heritage with the theme, “Islamic Heritage Strengthening the Knowledge, Empowering the Achievement”. Without the full support from our co-organizer, Center for Islamic Philanthropy and Social Finance CIPSF, Division of Research and Industrial Linkages and ceaseless dedication as well as istiqamah and al-amal jamaie espirit de corp being put in among committee members, this conference would not have materialized. Among the objectives of this year’s conference is to build network among local and international scholars in the field of Islamic Heritage, to gather scholars in various fields and stimulate research on current issues related to Islam and to encourage generation of ideas and knowledge in various fields of Islamic-based research. Taking the benchmark from the 1st to 3rd conferences, we hope that in this 4th conference, a higher awareness can be shaped on appreciating works and studies in Islamic Heritage and broadening wider interests among the academic circle to collaborate and share their expertise in this multidisciplinary approach to contemporary Islamic studies. Besides, this conference is also expected to become the platform in preserving our Islamic heritage in the past, present and future so that the younger generation can learn and recognize the significance of Islamic heritage and civilization for progress. Hence, the organizers, committee members, presenters and participants should be congratulated accordingly for giving their full commitment and support to organize this fourth conference on Islamic Heritage. Let us make this conference another eventful one. All the best! Thank you. Dr. Mohd Zaid Mustafar Chairman of 4th ISHEC 2021 UiTM Cawangan Melaka 43 PENGAMALAN ZIKIR DALAM MAJLIS ZIKIR TAREKAT AL-SYAZULIYAH AL-DARQAWIYAH DI NEGERI SEMBILAN 1Mohammad Fahmi Abdul Hamid, 2Ahmad Rosli Mohd Nor, 3Khairul Azhar Meerangani, 4 Mohd Farhan Md Ariffin & 5Muhammad Taufiq Md Sharipp 1,3,5Akademi Pengajian Islam Kontemporari, Universiti Teknologi MARA, Cawangan Melaka, Kampus Alor Gajah, 78000 Alor Gajah, Melaka, Malaysia 2Akademi Pengajian Islam Kontemporari, Universiti Teknologi MARA, Cawangan Melaka, Kampus Bandaraya Melaka, 75350 Melaka, Malaysia 4Pusat Kajian al-Quran dan Sunnah, Fakulti Pengajian Islam, Universiti Kebangsaan Malaysia, Bangi, Malaysia ABSTRAK Tarekat tasawuf merupakan satu amalan kerohanian yang melibatkan berbagai elemen dalam proses pembentukan peribadi individu dan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dalam tarekat tasawuf terkandung pelbagai kaedah dan amalan yang boleh dilaksanakan bagi meningkatkan tahap kerohanian individu. Kaedah ini melengkapi ilmu secara teori dan praktikal yang perlu dilaksanakan bagi mereka yang telah bersedia untuk menempuh jalan tasawuf. Walau bagaimanapun, perlu ditegaskan, pilihan untuk beramal dengan tarekat tasawuf haruslah menepati landasan syariat. Demikian itu, perlunya penilaian terhadap tarekat tasawuf yang ingin diamalkan oleh individu dalam memastikan tarekat tersebut menepati syariat Allah SWT dan sunnah Nabi SAW. Oleh itu, kajian ini mengetengahkan pengamalan zikir dalam majlis zikir tarekat al-Syazuliyah al-Darqawiyah di Negeri Sembilan dan keselariannya menurut perbahasan al-Quran dan al-Sunnah. Kajian ini menggunakan metodologi kualitatif yang bersifat analisis deskriptif melalui analisis dokumen berkaitan sumber ambilan tarekat, kaedah pemerhatian dalam majlis zikir dan temu bual bersama syeikh tarekat sebagai data sokongan. Mekanisme penganalisisan terhadap pengamalan tersebut menggunakan hadis sebagai dalil utama, disokong dengan dalil al-Quran serta pendapat ulama. Hasil kajian mendapati pengamalan zikir dalam majlis zikir tarekat al-Syazuliyah al-Darqawiyah di Negeri Sembilan bertepatan dengan perbahasan al-Quran, hadis mahupun pendapat para ulama. Keselarian praktis zikir dalam majlis zikir tarekat dengan penetapan syarak boleh diteruskan sebagai satu bentuk pengamalan kerohanian dalam kalangan masyarakat. Kata Kunci Tarekat; al-Syazuliyah; al-Darqawiyah; Tasawwuf; Negeri Sembilan ResearchGate has not been able to resolve any citations for this has not been able to resolve any references for this publication.
amalan zikir tarekat akmaliyah